Morfogenesis
Tanaman
Genjer (Limnocharis flava)
A.
Genjer (Limnocharis flava)
Tanaman
Genjer dalam bahasa ilmiah dikenal dengan nama Limnocharis flava, merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di area
persawahan. Limnocharis flava adalah
tumbuhan penganggu yang tumbuh di daerah persawahan dan lading sebagai tumbuhan
liar dan dapat dibudidayakan bersama tumbuhan liar lain berupa sayuran seperti
kangkung air (Sastrapradja, 1981 dalam Mulyati,
2011).
Tanaman Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman
terna, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman Genjer (Limnocharis flava) termasuk dalam family
Butomaceae yang hidup pada area persawahan dan ladang. Daun dari tumbuhan ini
berbentuk roset dengan panjang tangkai 10-45 cm, merupakan daun lengkap
memiliki tangkai dan pelepah, helaian daun berbentuk bulat telur dengan luas
7,5-17 kali 4-9 cm, dengan ujung meruncing, berwarna hijau muda. Tumbuhan ini
hidup menahun, bergetah, bunga terletak dalam payung bertangkai panjang, bunga
masing-masing berada pada ujung tangkai, tangkai berbentuk segitiga.
Mahkota bunga berwarna kuning muda
dengan pangkal yang lebih tua, dan ujung yang membulat. Buah yang masih muda
tertutup oleh kelopak daun, terdapat dalam satu kesatuan berbentuk bola terdiri
dari sekat-sekat yang berisi biji. Biji berukuran kecil berbentuk tapal kuda.
Tangkai karangan bunga membengkok ke bawah membentuk akar pada ujungnya dan
menghasilkan ntumbuhan baru (Stennis, 1975).
Masyarakat
Indonesia menjadikan tumbuhan ini untuk dikonsumsi sejak lama, walaupun belum
ada penelitian tentang kandungan gizi maupun khasiat dari Tanaman Genjer (Limnocharis flava). Namun keberadaanya
sulit ditemui, maka semakin jarang masyarakat mengolah genjer menjadi makanan.
Hal ini karena waktu pembudidayaan yang bersifat sewaktu-waktu serta belum
adanya petani sayur yang khusus membudidayakan Tanaman Genjer (Limnocharis flava).
Penyebaran
Genjer (Limnocharis flava) dilakukan
dengan biji dan perkembangbiakan terjadi secara generative dan vegetative.
Perkembangbiakan secara generative terjadi dengan biji yang berada dalam buah.
Buah berisi banyak biji kemudian saat buah tua dan pecah maka biji jatuh pada
area persawahan, dan mulai berkecambah ketika ada air di area persawahan
tersebut. Perkembangbiakan secara vegetative dapat terjadi dengan munculnya
tunas adventif pada ketiak bunga dan buah. Kemunculan tunas terjadi ketika buah
telah masak, dan diikuti membusuknya pangkal tangkai. Saat tangkai telah membusuk seluruhnya dan jatuh, maka tunas
akan menyentuh subsrat (air) sehingga tunas akan berkembang menjadi individu
baru dengan diikuti munculnya akar pada bagian pangkal tunas (Mulyati, 2011).
B. Struktur Anatomi Tanaman Genjer (Limocharis flava)
Tanaman genjer (Limocharis
flava) merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun
lengkap karena daun genjer mempunyai ketiga bagian-bagian daun itu. Jadi
berdasarkan kelengkapan daun, tanaman genjer ini termasuk pada daun lengkap.
Pada tanaman ini tidak ditemukan daun tambahan, dan jumlah helaian daun tanaman
ini termasuk pada kategori daun tunggal (folium
simplex). Berdasarkan susunan tulang daun, tanaman genjer memiliki tulang
daun yang melengkung yaitu daun yang susunan tulang daunnya melengkung. Bagian
daun terlebar pada genjer terletak pada bagian tengah helaian daun. Ujung
distal helai daun (apex) meruncing, tunggal,
roset akar, bertangkai persegi, lunak, panjang 15-25 cm, helai daun lonjong,
ujung meruncing pangkal tumpul, tepj rata, panjang 5-50 cm, lebar 4 25 cm, pertulangan
sejajar, hijau.
Secara anatomi daun terdiri dari sel-sel yang bergabung
membentuk suatu jaringan. Sistem jaringan pada daun dibedakan menjadi tiga
topografi, yaitu sistem dermal, sistem jaringan dermal, dan sistem jaringan
pengangkut.
1. Sistem Jaringan Dermal
Sistem
jaringan ini meliputi epidermis dan derivatnya, merupakan lapisan penutup
permukaan tubuh tumbuhan. Epidermis berfungsi sebagai pelindung mekanis.
Susunan selnya rapat sehingga sesuai dengan fungsinya (Hidayati, 1995).
Epidermis daun terdapat pada permukaan atas (addaksial) maupun permukaan bawah (abaksial) dari daun. Pada umumnya epidermis terdiri dari selapis
sel, apabila lebih dari satu lapis maka lapisan dibawah epidermis disebut
hypodermis.
Dalam
perkembangannya epidermis dapat membentuk derivatnya yaitu stomata, trikhoma,
sel litosis, atau sel kipas. Selain derivate tersebut pada epidermis terdapat
lapisan kutikula. Kutikula tertutup bahan yang bersifat lilin (lapisan putih
yang mudah lepas) (Hidayati, 1995). Tebal lapisan kutikula berbeda-beda pada
setiap tumbuhan, tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada tumbuhan hidrofit
dinding selnya yang berhubungan dengan lingkungan luar umumnya tidak mengandung
kutikula. Hal ini karena tumbuhan hidrofit tidak melakukan transpirasi yang
kuat sebagaimana fungsi kutikula untuk mengurangi penguapan air.
Stomata
merupakan celah pada epidermis yang dibatasi dua sel penutup (Hidayati, 1995).
Sel-sel epidermis yang berdekatan dengan sel penutup sering menunjukkan
perbedaaan bentuk dan susunannya dengan sel-sel epidermis yang lain, sel ini
disebut sel tetangga. Semakin tua umur daun semakin banyak jumlah stomatanya.
Hal ini berkaitan dengan kebutuhan unsure hara dan gas yang dibutuhkan dalam
metabolisme. Berdasarkan letak sel penutup stomata dibedakan menjadi tiga,
yaitu; (1) Fanerofore, apabila letak sel penutup sama tinggi dengan sel-sel
epidermis; (2) kriptofore, apabila sel penutup terletak lebih dalam dari
epidermis; dan (3) menonjol, apabila sel penutup lebih ke luar disbanding
sel-sel epidermis. Pembentukan stomata apabila dilihat dari asal usulnya, sel
tetangga atau sel lain di dekat stomata dapat dibentuk oleh protoderma yang
sama stima, namun juga dari sel yang tidak sama. Berdasarkan ontogeninya
stomata dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Mesogen, apabila sel
tetangga dan sel penutup berasal dari sel induk yang sama atau berasal dari
meristem yang sama; (2) Perigen, apabila sel tetangga dan selpenutup tidak
berasal dari sel induk yang sama, tapi dari sel yang berdekatan dengan sel
induk sel penutup; (3) Mesoperigen, apabila sel penutup dan salah satu sel
tetangga berasal dari sel induk yang sama, sedangkan sel tetangga yang lainnya
berasal dari sel-sel yang terletak di sekitar sel induk pebentuk sel penutup.
2.
Sistem
Jaringan Dasar
Sistem
jaringan dermal terutama terletak pada korteks dan empulur batang, korteks akar
serta jaringan dasar pada tangkai daun adalah jaringan parenkim. Pada daun yang
termasuk dalam jaringan dasar adalah jaringan mesofil, jaringan ini juga
disebut sebagai jaringan parenkim. Jaringan ini terletak diantara epidermis
atas dan bawah. Mesofil berdiverensiasi menjadi dua tipe yaitu jaringan
parenkim sponsa dan parenkim palisade. Parenkim adalah jaringan yang mampu
tumbuh dan membelah meskipun telah dewasa sehingga berperan pentin g dalam
penyembuh luka dan regenerasi. Umumnya parenkim berbentuk polyhedron, namun ada
pula yang berbentuk panjang sebagai parenkim palisade. Parenkim yang berisi
klorofil disebut klorenkim yang berperan dalam fotosintesis. Jaringan penguat
pada tumbuhan terdiri dari kolenkim dan sklerenkim. Kolenkim adalah jaringan
hidup yang terspesialisasi sebagai penyokong dalam organ muda. Kolenkim berada
pada satu berkas di dekat korteks batang dan daun, tepat dibawah epidermis. Sel
ini bersifat plastis dan memiliki bentuk prisma hingga memanjang. Sklerenkim
adalah penyokong dan juga sebagai pelindung bagian tumbuhan yang telah dewasa.
3. Sistem Jaringan Pengangkut
Sistem jaringan
pengangkut disusun oleh xylem dan floem. Xilem merupakan jaringan komplek yang
terdiri dari sel trakea, trakeid, serat, dan parenkim xylem. Xilem berfungsi
dalam pengangkutan air yang melibatkan trakeid dan trakea, penyimpanan makanan,
serta penyokong. Floem berfungsi dalam mengangkut hasil fotosintesis terutama
oleh sel buluh tapis dan sel pengiring, menyimpan cadangan makanan (tannin,
pati dan Kristal) dan sebagai penyokong (sklereid). Xilem dan floem terletak
berdampingan dapat berbentuk berkas kolateral, bikolateral, konsentris, atau
radial.
C. Pertumbuhan
dan Perkembangan Tanaman Genjer
Tanaman
Genjer (Limnocharis flava) ini
memiliki keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya yaitu dalam pertumbuhannya melewati dua
lingkungan yang berbeda. Perbedaan lingkungan terjadi karena pada masa
perkecambahan hingga masa juvenile seluruh organ tanaman Genjer (Limnocharis flava) tumbuh pada kondisi
tergenang, sehingga tenggelam di dalam air. Sedangkan pada masa dewasa sebagian
tangkai daun dan lamina daun berada pada kondisi aerial.
Perbedaan
pertumbuhan tersebut mengakibatkan tumbuhan melakukan adaptasi agar tetap dapat
bertahan hidup. Tumbuhan melakukan tiga reaksi adapatasi terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan. Pertama tumbuhan menyesuaikan siklus
hidupnya sehingga dapat tumbuh pada musim yang cocok. Kedua tumbuhan dapat
memperbaiki keadaan internal sehingga proses metabolic dapat terlindungi.
Ketiga tumbuhan dapat mengembangkan toleransi secara fisiologis terhadap
perubahan factor lingkungan, sehingga mampu bertahan pada saat berbeda dalam
lingkungan kurang menguntungkan (Fitter dan Hay, 1992 dalam Mulyati, 2011).
Berdasarkan
penelitian menyatakan bahwa struktur yang khas dari tumbuhan air (hidrofit) tidak
terlampau beragam. Hal ini karena air merupakan habitat yang lebih homogeny.
Sifat yang paling menonjol dari tumbuhan air adalah berkurangnya jaringan
penguat dan pelindung, dan terdapatnya rongga udara. Kutikula sangat tipis dan
sel epidermis sering terdapat kloroplas, serta jarang ditemukan sklerenkim.
Berdasarkan
fakta tersebut adaptasi tanaman Genjer (Limnocharis
flava) yang hidup pada kondisi lingkungan berbeda memiliki keunikan yang
dapat dipelajari dan diamati. Penelitian ini mengamati organ daun tanaman
Genjer (Limnocharis flava) yang dalam
perkembangannya melewati dua kondisi lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu
dilakukan pengamatan tentang struktur anatomi daun Genjer (Limnocharis flava).
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di
atas maka rumusan masalah yang peneliti kemukakan adalah apakah ada perbedaan
struktur anatomi daun Tanaman Genjer (Limnocharis
flava) pada kondisi tergenang dan aerial?
E. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan
struktur anatomi daun Tanaman Genjer (Limnocharis
flava) pada kondisi tergenang dan aerial.
F.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
mempunyai manfaat untuk memberikan sumbangan informasi ilmiah dalam memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan di bidang struktur morfologi dan anatomi tanaman
khususnya tentang jaringan pembentuk daun. Selain itu dapat dijadikan sebagai
sumber referensi untuk penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian ini,
diharapkan juga dapat dikembangkan sebagai dasar pengklasifikasian untuk
tanaman ini.
|
|
|||
|
Gambar. Skema kerangka berfikir
penelitian.
H. Metode
Penelitian
·
Jenis Penelitian : Observasi
·
Sasaran Penelitian : Tanaman Genjer (Limnocharis flava)
·
Parameter Penelitian : Pengamatan stomata, meliputi tipe stomata
dan indeks stomata
·
Alat dan Bahan : Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, kaca benda,
kaca penutup, kamera, silet. Bahan yang
digunakan adalah daun tanaman Genjer (Limnocharis
flava) dan air kran
·
Prosedur Penelitian:
1.
Mengambil tanaman Genjer yang berada di
ladang daerah pagesangan Surabaya.
2.
Menumbuhkan tanaman Genjer di Green
House UNESA dengan kondisi semua daun dipotong pada suatu wadah yang tergenang
air dan diletakkan pada tempat yang mendapat cahaya langsung matahari.
3.
Menunggu hingga daun tumbuh
4.
Setelah daun tumbuh, maka dilakukan
pengamatan mikroskopis.
5.
Menyiapkan semua alat dan bahan
6.
Memotong daun Genjer (Limnocharis flava) yang ditanam di
Green House UNESA. Kriteria daun yang yang diambil adalah daun yang tumbuh pada
kondisi aerial dimana pelepah daun tergenang dalam air sedangkan laminanya
berada pada kondisi aerial dan daun yang tumbuh pada kondisi tergenang dimana
lamina dan pelepahnya tergenang di dalam air.
7.
Menyiapkan kamera yang terhubung ke
mikroskop
8.
Melakukan pengirisan sampel organ
menggunakan silet, berikut rancangan pemotongan sampel daun:
Keterangan:
Bagian yang berwarna
ungu adalah titik-titik yang dilakukan pengamatan. Bagian tersebut diiris dan
diamati dengan mikroskop. Peletakan titik-titik tersebut secara acak. Pada
setiap titik sampel dilakukan satu kali pengamatan. Hasil yang didapatkan
merupakan rata-rata dari semua titik sampel.
9.
Meletakkan irisan pada kaca benda
10. Meneteskan
air secukupnya pada irisan organ
11. Menutup
irisan dengan kaca penutup
12. Sampel
irisan organ diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.
13. Menghitung
indeks stomata dengan rumus
Dimana S = sel stomata,
E= sel epidermis
I.
Hasil
dan Pembahasan
Hasil
Struktur anatomi daun Genjer pada kondisi aerial
Struktur anatomi daun Genjer pada kondisi tergenang
Pembahasan
Berdasarkan gambar hasil pengamatan, dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan sel daun Genjer (Limnocharis
flava) pada kondisi aerial dan tergenang. Pada kondisi aerial terlihat
sel-sel epidermis dengan derivatnya yang berupa stomata. Stomata yang tampak
pada kondisi aerial sangat banyak dibandingkan dengan jaringan daun pada
kondisi tergenang.
Pada kondisi tergenang diperoleh indeks stomata 2,2, Nilai
indeks ini menunjukkan bahwa jumlah stomata pada kondisi tergenang sedikit, sedangkan pada kondisi aerial indeks
stomatanya adalah 14,2. Nilai indeks ini lebih besar dari pada daun pada
kondisi tergenang, hal ini menunjukkan bahwa jumlah stomata pada kondisi aerial
lebih banyak dari pada kondisi tergenang. Perbedaan jumlah stomata yang
selanjutnya mempengaruhi perbedaan nilai indeks stomata disebabkan oleh perbedaan kondisi tempat Limnocharis flava. Daun yang terpapar
udara (aerial) memiliki indeks stomata yang lebih tinggi dibandingkan pada daun
yang terpapar air karena menurut fisiologinya stomata berfungsi sebagai pintu
keluar-masuknya udara dalam proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi,
maka pada kondisi tergenang daun sedikit atau tidak melakukan pertukaran udara sehingga
indeks kerapatan stomata rendah. Konsentrasi CO2, juga mempengaruhi dalam
bidang fisiologis, semakin tinggi CO2 semakin tinggi indeks kerapatan stomata.
Di dalam air konsentrasi CO2 jauh lebih sedikit dibandingkan pada kondisi
aerial sehingga indek kerapatan stomata tinggi.
Secara morfogenesis sendiri, indeks stomata daun Limnocharis flava pada kondisi aerial
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tergenang. Hal ini terjadi karena
pada kondisi tergenang, konsentrasi udara
terutama CO2 dan O2 sangat terbatas bisa jadi di
dalam air terjadi deficit CO2 dan O2, sehingga sel-sel
tumbuhan yang seharusnya mengalami respirasi aerob dan fotosintesis dan
menghasilkan asam piruvat dan ATP untuk metabolisme, menyebabkan tumbuhan mengalami proses respirasi anaerob. Pada
respirasi anaerob dihasilkan asam piruvat, karena tidak terdapat O2 sehingga
asam piruvat tidak dirubah menjadi ATP namun menjadi Alcohol. Reaksi alami
Alkohol dalam tumbuhan menurut Putra dan Saefudin (2008) dimulai dengan
perubahan glukosa menjadi piruvat melalui EMP (Emden Meyerhoff Parnaz) piruvat
bereaksi dengan TPP membentuk piruvat TPP, selanjutnya terjadi proses pemecahan
menghasilkan alfa hidroksi ethil TPP. Hasil reaksi berupa karbondioksida,
selanjutnya alfa hidroksi ethil TPP terpecah menjadi acetal dehida dan TPP.
Disisi lain alfa hidroksi ethil TPP berubah langsung menjadi ethilen TPP
sehingga menghasilkan ethilen. Acetal dehida menghasilkan ethanol dan ethilen.
Ethanol menghasilkan ethilen dan melepaskan air. Ethilen oleh tumbuhan
dipergunakan untuk perkecambahan, dan perbungaan. Berdasarkan Putra dan
Saefudin (2008) senyawa alkohol pada tumbuhan berpengaruh pada metabolisme
tanaman melalui kontrol gerak stomata.
Daun pada kondisi
tergenang memiliki indeks stomata kecil karena dipengaruhi kadar alkohol yang
tinggi dalam tanaman sehingga jumlah stomata sedikit.
Pada kondisi aerial kebutuhan CO2 dan O2 tercukupi
sehingga terjadi respirasi aerob. Glukosa diubah menjadi piruvat, selanjutnya
dengan adanya O2 piruvat masuk dalam jalur respirasi aerob melalui
proses Dekarboksilasi oksidatif, siklus kreb dan yang terakhir transport
electron, dari jalur inilah diperoleh energy bagi tumbuhan. Jumlah energi yang
tercukupi dan kondisi tempat yang banyak mengandung CO2 dan O2 (aerial)
memungkinkan sel-sel epidermis membentuk derivat berupa stomata. Hal ini
menyebabkan jumlah stomata pada daun Limnocharis
flava kondisi aerial memiliki jumlah stomata yang jauh lebih banyak dari pada kondisi tergenang.
Intensitas cahaya matahari pada kondisi tergenang lebih
rendah dibandingkan pada kondisi aerial. Hal ini mirip dengan kondisi tumbuhan
pada lingkungan yang ternanung dan terdedah dalam hal mendapatkan cahaya,
dimana pada kondisi ternaung mendapatkan intensitas cahaya yang kurang dari
pada kondisi terdedah. Berdasarkan penelitian oleh Haryani (2010) tentang
perbedaan jumlah stomata pada kondisi ternaung dan terdedah membuktikan bahwa
pada tanaman terdedah memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dibandingkan
dengan ternaung. Hal ini karena energi sinar matahri yang tergantung pada
kualitas, intensitas dan waktu tersebut memacu perbedaaan laju fotosintesis,
sehingga menghasilkan energi untuk pembelahan inisiasi sel induk stomata.
Adanya lingkungan yang berbeda (dalam hal ini aerial dan tergenang) menyebabkan
perbedaan dalam menerima besarnya
intensitas cahaya dalam kloroplas. Pada daun tanamanaerial dan tempat panas,
sehingga jumlah atau distribusi stomata pada daun semakin meningkat. Fiksasi
CO2 maksimum terjadi sekitar tengah hari yaitu pada saat intensitas mencapai
puncaknya. Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh langsung yaitu melalui
fotosintesis maupun tidak langsung yaitu melalui pertumbuhan dan perkembangan
tanaman akibat respon metabolik yang langsung. Hal inilah yang menyebabkan
perkembangan dan pola induksi stomata berbeda pada permukaan daun.
Perbedaan tidak hanya terjadi pada indeks stomata, tetapi
juga pada bentuk dan ukuran sel epidermis. Pada daun Limnocharis flava yang tergenang bentuk sel epidermis panjang dan
sempit sedangkan pada daun pada kondisi aerial bentuk sel epidermis oval (agak
membulat) dan besar-besar. Pada kondisi tergenang daun berada di dalam air,
sesuai dengan hukum hidrostatik fisika yang menyatakan bahwa terjadi tekanan
yang dilakukan zat cair pada bidang dasar tempatnya. Air yang mengelilingi daun
melakukan tekanan hidrostatik terhadap sel-sel epidermis daun, menyebabkan sel-sel
epidermis yang mengalami pembentangan
menjadi terhambat karena tekanan hidrostatik air yang lebih besar
terhadap daun, selain itu tekanan hidrostatik memiliki arah yang berlawanan
dengan arah pembentangan sel. Oleh
karena itu sel-sel epidermis pada daun Limnocharis
flava yang tergenang memiliki bentuk yang sempit dan ukuran yang lebih
kecil dari pada kondisi aerial. Hal ini berbeda pada kondisi aerial, sel-sel
epidermis yang mengalami pembentangan tidak terhambat oleh tekanan lain,
sehingga sel-sel epidermisnya berukuran besar.
Haryanti, S. 2010. Pengaruh Naungan yang Berbeda terhadap Jumlah Stomata dan Ukuran Porus
Stomata Daun Zepyranthes rosea L. Jurnal Online Buletin Anatomi dan
Fisiologi Volume XVIII Maret.
Hidayat,
E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung:
Penerbit ITB
Mulyati,
Rani. C. 2011. Struktur Anatomi Daun
Genjer (Limnocharis flava(L.))Buchenau. Skripsi tidak dipublikasikan UNESA
Putra, Y.W dan Saefudin, N. 2008. Alkohol Alifatis sebagai Pemacu Pertumbuhan
dan Prekursor Dasar dari Ethilen melalui Jalur Sintesa HMP (High Metabolism
Pathaway). Jurnal Online Volume 4 Nomor 1.
Steenis,
Van. 1975. Flora untuk sekolah di
Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar