Jumat, 17 Mei 2013

morfogenesis Limnocharis flava


Morfogenesis
Tanaman Genjer (Limnocharis flava)



A.    Genjer (Limnocharis flava)
Tanaman Genjer dalam bahasa ilmiah dikenal dengan nama Limnocharis flava, merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di area persawahan. Limnocharis flava adalah tumbuhan penganggu yang tumbuh di daerah persawahan dan lading sebagai tumbuhan liar dan dapat dibudidayakan bersama tumbuhan liar lain berupa sayuran seperti kangkung air (Sastrapradja, 1981 dalam Mulyati, 2011).
Tanaman Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman terna, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman Genjer (Limnocharis flava) termasuk dalam family Butomaceae yang hidup pada area persawahan dan ladang. Daun dari tumbuhan ini berbentuk roset dengan panjang tangkai 10-45 cm, merupakan daun lengkap memiliki tangkai dan pelepah, helaian daun berbentuk bulat telur dengan luas 7,5-17 kali 4-9 cm, dengan ujung meruncing, berwarna hijau muda. Tumbuhan ini hidup menahun, bergetah, bunga terletak dalam payung bertangkai panjang, bunga masing-masing berada pada ujung tangkai, tangkai berbentuk segitiga. Mahkota  bunga berwarna kuning muda dengan pangkal yang lebih tua, dan ujung yang membulat. Buah yang masih muda tertutup oleh kelopak daun, terdapat dalam satu kesatuan berbentuk bola terdiri dari sekat-sekat yang berisi biji. Biji berukuran kecil berbentuk tapal kuda. Tangkai karangan bunga membengkok ke bawah membentuk akar pada ujungnya dan menghasilkan ntumbuhan baru (Stennis, 1975).

Masyarakat Indonesia menjadikan tumbuhan ini untuk dikonsumsi sejak lama, walaupun belum ada penelitian tentang kandungan gizi maupun khasiat dari Tanaman Genjer (Limnocharis flava). Namun keberadaanya sulit ditemui, maka semakin jarang masyarakat mengolah genjer menjadi makanan. Hal ini karena waktu pembudidayaan yang bersifat sewaktu-waktu serta belum adanya petani sayur yang khusus membudidayakan Tanaman Genjer (Limnocharis flava).
Penyebaran Genjer (Limnocharis flava) dilakukan dengan biji dan perkembangbiakan terjadi secara generative dan vegetative. Perkembangbiakan secara generative terjadi dengan biji yang berada dalam buah. Buah berisi banyak biji kemudian saat buah tua dan pecah maka biji jatuh pada area persawahan, dan mulai berkecambah ketika ada air di area persawahan tersebut. Perkembangbiakan secara vegetative dapat terjadi dengan munculnya tunas adventif pada ketiak bunga dan buah. Kemunculan tunas terjadi ketika buah telah masak, dan diikuti membusuknya pangkal tangkai. Saat tangkai  telah membusuk seluruhnya dan jatuh, maka tunas akan menyentuh subsrat (air) sehingga tunas akan berkembang menjadi individu baru dengan diikuti munculnya akar pada bagian pangkal tunas (Mulyati, 2011).
B.     Struktur Anatomi Tanaman Genjer (Limocharis flava)
Tanaman genjer (Limocharis flava) merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap karena daun genjer mempunyai ketiga bagian-bagian daun itu. Jadi berdasarkan kelengkapan daun, tanaman genjer ini termasuk pada daun lengkap. Pada tanaman ini tidak ditemukan daun tambahan, dan jumlah helaian daun tanaman ini termasuk pada kategori daun tunggal (folium simplex). Berdasarkan susunan tulang daun, tanaman genjer memiliki tulang daun yang melengkung yaitu daun yang susunan tulang daunnya melengkung. Bagian daun terlebar pada genjer terletak pada bagian tengah helaian daun. Ujung distal helai daun (apex) meruncing, tunggal, roset akar, bertangkai persegi, lunak, panjang 15-25 cm, helai daun lonjong, ujung meruncing pangkal tumpul, tepj rata, panjang 5-50 cm, lebar 4 25 cm, pertulangan sejajar, hijau.
Secara anatomi daun terdiri dari sel-sel yang bergabung membentuk suatu jaringan. Sistem jaringan pada daun dibedakan menjadi tiga topografi, yaitu sistem dermal, sistem jaringan dermal, dan sistem jaringan pengangkut.
1.      Sistem Jaringan Dermal
Sistem jaringan ini meliputi epidermis dan derivatnya, merupakan lapisan penutup permukaan tubuh tumbuhan. Epidermis berfungsi sebagai pelindung mekanis. Susunan selnya rapat sehingga sesuai dengan fungsinya (Hidayati, 1995). Epidermis daun terdapat pada permukaan atas (addaksial) maupun permukaan bawah (abaksial) dari daun. Pada umumnya epidermis terdiri dari selapis sel, apabila lebih dari satu lapis maka lapisan dibawah epidermis disebut hypodermis.
Dalam perkembangannya epidermis dapat membentuk derivatnya yaitu stomata, trikhoma, sel litosis, atau sel kipas. Selain derivate tersebut pada epidermis terdapat lapisan kutikula. Kutikula tertutup bahan yang bersifat lilin (lapisan putih yang mudah lepas) (Hidayati, 1995). Tebal lapisan kutikula berbeda-beda pada setiap tumbuhan, tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada tumbuhan hidrofit dinding selnya yang berhubungan dengan lingkungan luar umumnya tidak mengandung kutikula. Hal ini karena tumbuhan hidrofit tidak melakukan transpirasi yang kuat sebagaimana fungsi kutikula untuk mengurangi penguapan air.
Stomata merupakan celah pada epidermis yang dibatasi dua sel penutup (Hidayati, 1995). Sel-sel epidermis yang berdekatan dengan sel penutup sering menunjukkan perbedaaan bentuk dan susunannya dengan sel-sel epidermis yang lain, sel ini disebut sel tetangga. Semakin tua umur daun semakin banyak jumlah stomatanya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan unsure hara dan gas yang dibutuhkan dalam metabolisme. Berdasarkan letak sel penutup stomata dibedakan menjadi tiga, yaitu; (1) Fanerofore, apabila letak sel penutup sama tinggi dengan sel-sel epidermis; (2) kriptofore, apabila sel penutup terletak lebih dalam dari epidermis; dan (3) menonjol, apabila sel penutup lebih ke luar disbanding sel-sel epidermis. Pembentukan stomata apabila dilihat dari asal usulnya, sel tetangga atau sel lain di dekat stomata dapat dibentuk oleh protoderma yang sama stima, namun juga dari sel yang tidak sama. Berdasarkan ontogeninya stomata dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Mesogen, apabila sel tetangga dan sel penutup berasal dari sel induk yang sama atau berasal dari meristem yang sama; (2) Perigen, apabila sel tetangga dan selpenutup tidak berasal dari sel induk yang sama, tapi dari sel yang berdekatan dengan sel induk sel penutup; (3) Mesoperigen, apabila sel penutup dan salah satu sel tetangga berasal dari sel induk yang sama, sedangkan sel tetangga yang lainnya berasal dari sel-sel yang terletak di sekitar sel induk pebentuk sel penutup.
2.      Sistem Jaringan Dasar
                        Sistem jaringan dermal terutama terletak pada korteks dan empulur batang, korteks akar serta jaringan dasar pada tangkai daun adalah jaringan parenkim. Pada daun yang termasuk dalam jaringan dasar adalah jaringan mesofil, jaringan ini juga disebut sebagai jaringan parenkim. Jaringan ini terletak diantara epidermis atas dan bawah. Mesofil berdiverensiasi menjadi dua tipe yaitu jaringan parenkim sponsa dan parenkim palisade. Parenkim adalah jaringan yang mampu tumbuh dan membelah meskipun telah dewasa sehingga berperan pentin g dalam penyembuh luka dan regenerasi. Umumnya parenkim berbentuk polyhedron, namun ada pula yang berbentuk panjang sebagai parenkim palisade. Parenkim yang berisi klorofil disebut klorenkim yang berperan dalam fotosintesis. Jaringan penguat pada tumbuhan terdiri dari kolenkim dan sklerenkim. Kolenkim adalah jaringan hidup yang terspesialisasi sebagai penyokong dalam organ muda. Kolenkim berada pada satu berkas di dekat korteks batang dan daun, tepat dibawah epidermis. Sel ini bersifat plastis dan memiliki bentuk prisma hingga memanjang. Sklerenkim adalah penyokong dan juga sebagai pelindung bagian tumbuhan yang telah dewasa.
3.       Sistem Jaringan Pengangkut
Sistem jaringan pengangkut disusun oleh xylem dan floem. Xilem merupakan jaringan komplek yang terdiri dari sel trakea, trakeid, serat, dan parenkim xylem. Xilem berfungsi dalam pengangkutan air yang melibatkan trakeid dan trakea, penyimpanan makanan, serta penyokong. Floem berfungsi dalam mengangkut hasil fotosintesis terutama oleh sel buluh tapis dan sel pengiring, menyimpan cadangan makanan (tannin, pati dan Kristal) dan sebagai penyokong (sklereid). Xilem dan floem terletak berdampingan dapat berbentuk berkas kolateral, bikolateral, konsentris, atau radial.

C.     Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Genjer
Tanaman Genjer (Limnocharis flava) ini memiliki keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya  yaitu dalam pertumbuhannya melewati dua lingkungan yang berbeda. Perbedaan lingkungan terjadi karena pada masa perkecambahan hingga masa juvenile seluruh organ tanaman Genjer (Limnocharis flava) tumbuh pada kondisi tergenang, sehingga tenggelam di dalam air. Sedangkan pada masa dewasa sebagian tangkai daun dan lamina daun berada pada kondisi aerial.
Perbedaan pertumbuhan tersebut mengakibatkan tumbuhan melakukan adaptasi agar tetap dapat bertahan hidup. Tumbuhan melakukan tiga reaksi adapatasi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Pertama tumbuhan menyesuaikan siklus hidupnya sehingga dapat tumbuh pada musim yang cocok. Kedua tumbuhan dapat memperbaiki keadaan internal sehingga proses metabolic dapat terlindungi. Ketiga tumbuhan dapat mengembangkan toleransi secara fisiologis terhadap perubahan factor lingkungan, sehingga mampu bertahan pada saat berbeda dalam lingkungan kurang menguntungkan (Fitter dan Hay, 1992 dalam Mulyati, 2011).
Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa struktur yang khas dari tumbuhan air (hidrofit) tidak terlampau beragam. Hal ini karena air merupakan habitat yang lebih homogeny. Sifat yang paling menonjol dari tumbuhan air adalah berkurangnya jaringan penguat dan pelindung, dan terdapatnya rongga udara. Kutikula sangat tipis dan sel epidermis sering terdapat kloroplas, serta jarang ditemukan sklerenkim.
Berdasarkan fakta tersebut adaptasi tanaman Genjer (Limnocharis flava) yang hidup pada kondisi  lingkungan berbeda memiliki keunikan yang dapat dipelajari dan diamati. Penelitian ini mengamati organ daun tanaman Genjer (Limnocharis flava) yang dalam perkembangannya melewati dua kondisi lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu dilakukan pengamatan tentang struktur anatomi daun Genjer (Limnocharis flava). 
D.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang peneliti kemukakan adalah apakah ada perbedaan struktur anatomi daun Tanaman Genjer (Limnocharis flava) pada kondisi tergenang dan aerial?
E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan struktur anatomi daun Tanaman Genjer (Limnocharis flava) pada kondisi tergenang dan aerial.         
F.     Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat untuk memberikan sumbangan informasi ilmiah dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang struktur morfologi dan anatomi tanaman khususnya tentang jaringan pembentuk daun. Selain itu dapat dijadikan sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian ini, diharapkan juga dapat dikembangkan sebagai dasar pengklasifikasian untuk tanaman ini.







Limnocharis flava merupakan tumbuhan yang memiliki karakteristik unik
 
G.Kerangka Berfikir


 






















Pengamatan mikroskopis anatomi daun Limnocharis flava yang tumbuh pada kondisi tergenang
 


Pengamatan mikroskopis anatomi daun Limnocharis flava yang tumbuh pada kondisi aerial

 
 




Gambar. Skema kerangka berfikir penelitian.
H.    Metode Penelitian
·         Jenis Penelitian            : Observasi
·         Sasaran Penelitian       : Tanaman Genjer (Limnocharis flava)
·         Parameter Penelitian   : Pengamatan stomata, meliputi tipe stomata dan indeks stomata
·         Alat dan Bahan           : Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, kaca benda, kaca penutup, kamera, silet.  Bahan yang digunakan adalah daun tanaman Genjer (Limnocharis flava) dan air kran
·         Prosedur Penelitian:
1.      Mengambil tanaman Genjer yang berada di ladang daerah pagesangan Surabaya.
2.      Menumbuhkan tanaman Genjer di Green House UNESA dengan kondisi semua daun dipotong pada suatu wadah yang tergenang air dan diletakkan pada tempat yang mendapat cahaya langsung matahari.
3.      Menunggu hingga daun tumbuh
4.      Setelah daun tumbuh, maka dilakukan pengamatan mikroskopis.
5.      Menyiapkan semua alat dan bahan
6.      Memotong daun Genjer (Limnocharis flava) yang ditanam di Green House UNESA. Kriteria daun yang yang diambil adalah daun yang tumbuh pada kondisi aerial dimana pelepah daun tergenang dalam air sedangkan laminanya berada pada kondisi aerial dan daun yang tumbuh pada kondisi tergenang dimana lamina dan pelepahnya tergenang di dalam air.
7.      Menyiapkan kamera yang terhubung ke mikroskop
8.      Melakukan pengirisan sampel organ menggunakan silet, berikut rancangan pemotongan sampel daun:


 






Keterangan:
Bagian yang berwarna ungu adalah titik-titik yang dilakukan pengamatan. Bagian tersebut diiris dan diamati dengan mikroskop. Peletakan titik-titik tersebut secara acak. Pada setiap titik sampel dilakukan satu kali pengamatan. Hasil yang didapatkan merupakan rata-rata dari semua titik sampel.
9.      Meletakkan irisan pada kaca benda
10.  Meneteskan air secukupnya pada irisan organ
11.  Menutup irisan dengan kaca penutup
12.  Sampel irisan organ diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.
13.  Menghitung indeks stomata dengan rumus  
Dimana S = sel stomata, E= sel epidermis

I.       Hasil dan Pembahasan
Hasil
Struktur anatomi daun Genjer pada kondisi aerial











Struktur anatomi daun Genjer pada kondisi tergenang





Pembahasan
            Berdasarkan gambar hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan sel daun Genjer (Limnocharis flava) pada kondisi aerial dan tergenang. Pada kondisi aerial terlihat sel-sel epidermis dengan derivatnya yang berupa stomata. Stomata yang tampak pada kondisi aerial sangat banyak dibandingkan dengan jaringan daun pada kondisi tergenang.
            Pada kondisi tergenang diperoleh indeks stomata 2,2, Nilai indeks ini menunjukkan bahwa jumlah stomata pada kondisi tergenang sedikit,  sedangkan pada kondisi aerial indeks stomatanya adalah 14,2. Nilai indeks ini lebih besar dari pada daun pada kondisi tergenang, hal ini menunjukkan bahwa jumlah stomata pada kondisi aerial lebih banyak dari pada kondisi tergenang. Perbedaan jumlah stomata yang selanjutnya mempengaruhi perbedaan nilai indeks stomata  disebabkan oleh perbedaan kondisi tempat Limnocharis flava. Daun yang terpapar udara (aerial) memiliki indeks stomata yang lebih tinggi dibandingkan pada daun yang terpapar air karena menurut fisiologinya stomata berfungsi sebagai pintu keluar-masuknya udara dalam proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi, maka pada kondisi tergenang daun sedikit atau tidak melakukan pertukaran udara sehingga indeks kerapatan stomata rendah. Konsentrasi CO2, juga mempengaruhi dalam bidang fisiologis, semakin tinggi CO2 semakin tinggi indeks kerapatan stomata. Di dalam air konsentrasi CO2 jauh lebih sedikit dibandingkan pada kondisi aerial sehingga indek kerapatan stomata tinggi.
            Secara morfogenesis sendiri, indeks stomata daun Limnocharis flava pada kondisi aerial jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tergenang. Hal ini terjadi karena pada kondisi tergenang, konsentrasi udara  terutama CO2 dan O2 sangat terbatas bisa jadi di dalam air terjadi deficit CO2 dan O2, sehingga sel-sel tumbuhan yang seharusnya mengalami respirasi aerob dan fotosintesis dan menghasilkan asam piruvat dan ATP untuk metabolisme, menyebabkan tumbuhan  mengalami proses respirasi anaerob. Pada respirasi anaerob dihasilkan asam piruvat, karena tidak terdapat O2 sehingga asam piruvat tidak dirubah menjadi ATP namun menjadi Alcohol. Reaksi alami Alkohol dalam tumbuhan menurut Putra dan Saefudin (2008) dimulai dengan perubahan glukosa menjadi piruvat melalui EMP (Emden Meyerhoff Parnaz) piruvat bereaksi dengan TPP membentuk piruvat TPP, selanjutnya terjadi proses pemecahan menghasilkan alfa hidroksi ethil TPP. Hasil reaksi berupa karbondioksida, selanjutnya alfa hidroksi ethil TPP terpecah menjadi acetal dehida dan TPP. Disisi lain alfa hidroksi ethil TPP berubah langsung menjadi ethilen TPP sehingga menghasilkan ethilen. Acetal dehida menghasilkan ethanol dan ethilen. Ethanol menghasilkan ethilen dan melepaskan air. Ethilen oleh tumbuhan dipergunakan untuk perkecambahan, dan perbungaan. Berdasarkan Putra dan Saefudin (2008) senyawa alkohol pada tumbuhan berpengaruh pada metabolisme tanaman melalui kontrol gerak stomata. 
Daun pada kondisi tergenang memiliki indeks stomata kecil karena dipengaruhi kadar alkohol yang tinggi dalam tanaman sehingga jumlah stomata sedikit.
            Pada kondisi aerial kebutuhan CO2 dan O2 tercukupi sehingga terjadi respirasi aerob. Glukosa diubah menjadi piruvat, selanjutnya dengan adanya O2 piruvat masuk dalam jalur respirasi aerob melalui proses Dekarboksilasi oksidatif, siklus kreb dan yang terakhir transport electron, dari jalur inilah diperoleh energy bagi tumbuhan. Jumlah energi yang tercukupi dan kondisi tempat yang banyak mengandung CO2 dan O2 (aerial) memungkinkan sel-sel epidermis membentuk derivat berupa stomata. Hal ini menyebabkan jumlah stomata pada daun Limnocharis flava kondisi aerial memiliki jumlah stomata yang jauh lebih  banyak dari pada kondisi tergenang.
            Intensitas cahaya matahari pada kondisi tergenang lebih rendah dibandingkan pada kondisi aerial. Hal ini mirip dengan kondisi tumbuhan pada lingkungan yang ternanung dan terdedah dalam hal mendapatkan cahaya, dimana pada kondisi ternaung mendapatkan intensitas cahaya yang kurang dari pada kondisi terdedah. Berdasarkan penelitian oleh Haryani (2010) tentang perbedaan jumlah stomata pada kondisi ternaung dan terdedah membuktikan bahwa pada tanaman terdedah memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dibandingkan dengan ternaung. Hal ini karena energi sinar matahri yang tergantung pada kualitas, intensitas dan waktu tersebut memacu perbedaaan laju fotosintesis, sehingga menghasilkan energi untuk pembelahan inisiasi sel induk stomata. Adanya lingkungan yang berbeda (dalam hal ini aerial dan tergenang) menyebabkan perbedaan dalam  menerima besarnya intensitas cahaya dalam kloroplas. Pada daun tanamanaerial dan tempat panas, sehingga jumlah atau distribusi stomata pada daun semakin meningkat. Fiksasi CO2 maksimum terjadi sekitar tengah hari yaitu pada saat intensitas mencapai puncaknya. Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh langsung yaitu melalui fotosintesis maupun tidak langsung yaitu melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat respon metabolik yang langsung. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan dan pola induksi stomata berbeda pada permukaan daun.
            Perbedaan tidak hanya terjadi pada indeks stomata, tetapi juga pada bentuk dan ukuran sel epidermis. Pada daun Limnocharis flava yang tergenang bentuk sel epidermis panjang dan sempit sedangkan pada daun pada kondisi aerial bentuk sel epidermis oval (agak membulat) dan besar-besar. Pada kondisi tergenang daun berada di dalam air, sesuai dengan hukum hidrostatik fisika yang menyatakan bahwa terjadi tekanan yang dilakukan zat cair pada bidang dasar tempatnya. Air yang mengelilingi daun melakukan tekanan hidrostatik terhadap sel-sel epidermis daun, menyebabkan sel-sel epidermis yang mengalami pembentangan  menjadi terhambat karena tekanan hidrostatik air yang lebih besar terhadap daun, selain itu tekanan hidrostatik memiliki arah yang berlawanan dengan arah pembentangan sel.  Oleh karena itu sel-sel epidermis pada daun Limnocharis flava yang tergenang memiliki bentuk yang sempit dan ukuran yang lebih kecil dari pada kondisi aerial. Hal ini berbeda pada kondisi aerial, sel-sel epidermis yang mengalami pembentangan tidak terhambat oleh tekanan lain, sehingga sel-sel epidermisnya berukuran besar.








DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, S. 2010. Pengaruh Naungan yang Berbeda terhadap Jumlah Stomata dan Ukuran Porus Stomata Daun Zepyranthes rosea L. Jurnal Online Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XVIII Maret.

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB

Mulyati, Rani. C. 2011. Struktur Anatomi Daun Genjer (Limnocharis flava(L.))Buchenau. Skripsi tidak dipublikasikan UNESA

Putra, Y.W dan Saefudin, N. 2008. Alkohol Alifatis sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Prekursor Dasar dari Ethilen melalui Jalur Sintesa HMP (High Metabolism Pathaway). Jurnal Online Volume 4 Nomor 1.

Steenis, Van. 1975. Flora untuk sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita


Tidak ada komentar:

Posting Komentar