Selasa, 21 Mei 2013

Fisiologi tumbuhan-enzim


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Di dalam setiap reaksi kehidupan terjadi ribuan reaksi kimia yang berbeda-beda. Hampir semua reaksi biokimia ini dikatalisis oleh suatu protein khusus yaitu enzim. Enzim adalah suatu molekul protein yang besar, terlipat dalam suatu lipatan yang sedemikian rupa hingga kelompok asam amino tertentu akan membentuk sisi aktif dan merupakan katalisator biologi sehingga mampu mengkatalisis reaksi kimia pada kondisi yang tidak ekstrim. Hampir semua reaksi kimia kehidupan berlangsung sangat lambat tanpa katalis, dan enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat dibandingkan dengan ion logam atau senyawa anorganik lainya yang dapat diserap tumbuhan dari tanah. Kerja enzim sangat spesifik sehingga dapat dihindari terbentuknya senyawa ikatan yang bersifat toksik. Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim diproduksi oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan reaksi oksidatif bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman, seperti hidrogen peroksida (H2O2).
Suatu enzim peka terhadap perubahan lingkungan sehingga pengendalian tersebut memungkinkan tumbuhan hidup pada iklim yang berbeda. Kebanyakan enzim memerlukan kofaktor untuk aktifitasnya yang kadang-kadang berupa ion sederhana seperti kation Mg atau Na atau kadang-kadang berupa molekul organik selain protein. Kecepatan suatu reaksi enzimitas juga ditentukan oleh kadar enzim maupun kadar substrat. Oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap pengaruh kecepatan enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.




B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.

                 









                        








BAB II
KAJIAN TEORI
                Enzim adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi dan ikut beraksi di dalamnya sedangkan pada saat akhir proses enzim akan melepaskan diri seolah – olah tidak ikut bereaksi dalam proses tersebut serta strukturnya tidak berubah baik sebelum dan sesudah reaksi. Enzim merupakan reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik dalam tubuh makhluk hidup karena adanya katalis yang mampu mempercepat reaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim berbeda dengan katalisator, namun enzim berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator berfungsi untuk mempercepat reaksi yang dapat digunakan berulang-ulang, sedangkan enzim bersifat spesifik yaitu dalam satu reaksi saja. Pada awalnya, enzim dikenal sebagai protein yang telah berhasil mengisolasi urease dari tumbuhan kara pedang (Sumner: 1926). Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Kemudian Northrop dan Kunits dapat mengisolasi pepsin, tripsin, dan kinotripsin. Sehingga makin banyak enzim yang dapat diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim tersebut ialah protein.
            Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas 2 bagian yaitu terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein, bersifat labil ( mudah berubah) yang dipengaruhi oleh suhu dan keasaman. Gugus prostetik (gugusan aktif) adalah bagian enzim yang tersusun atas bahan non protein. Molekul gugus prostetik lebih kecil dan tahan panas (termostabil). Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik). Ion-ion logam merupakan kofaktor yang berperan sebagai stabilisator agar enzim tetap aktif. Koenzim yang terkenal pada rantai pengangkutan elektron (respirasi sel), yaitu NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida), FAD (Flavin Adenin Dinukleotida).
            Tumbuhan mengahasilkan senyawa metabolit sekunder yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari serangan serangga, bakteri, jamur dan jenis patogen lainnya serta tumbuhan itu mampu menghasilkan vitamin untuk kepentingan tumbuhan itu sendiri serta hormon – hormon yang merupakan sarana bagi tumbuhan untuk berkomunikasi antara organnya atau jaringannya dalam mengendalikan dan mengkoordinasi pertumbuhan dan perkembangannya. Sel dalam tubuh tumbuhan mampu mengatur lintasan – lintasan metabolik yang dikendalikannnya agar terjadi dan dapat mengatur kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi suatu katalisator dalam jumlah yang sesuai dan tepat pada saat dibutuhkan. Katalisator inilah yang disebut denagn enzim yang mampu mempercepat laju reaksi yang berkisar antara 108 sampai 1020. Setiap enzim terbentuk dari molekul protein sebagai komponen utama penyusunnya dan beberapa enzim hanya terbentuk dari molekul protein dengan tanpa adanya penambahan komponen lain.
            Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
1. Biokatalisator, yaitu enzim mempercepat laju reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi.
2 .Termolabil, yaitu enzim mudah rusak bila dipanaskan sampai dengan suhu          tertentu.
3. Merupakan senyawa protein
4. Bekerja secara spesifik.Satu jenis enzim bekerja secara khusus hanya pada satu jenis substrat. Misalnya enzim katalase menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air menjadi gliserol + asam lemak. (Gustama. B, blogspot.com)
Salah satu sifat penting enzim adalah kekhasannya. Maksudnya, setiap enzim bertindak pada satu substrat tunggal atau suatu kelompok kecil senyawa sejenis yang mempunyai gugus fungsi yang identik yang dapat melakukan reaksi. Pada beberapa enzim, kekhasan ini bersifat mutlak, tetapi pada enzim lainnya terdapat perbedaan dalam kemampuannya mengubah senyawa sejenis menjadi produk.

Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Jika suau molekul substrat menumbuk molekul enzim yangtepat maka akan menempel pada enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut dengan sisi aktif.
Ada dua teori yang menjelaskan tentang cara kerja enzim yaitu:
1.  Teori kunci dan gembok.
Teori ini diusulkan oleh Emil Fischer pada 1894. Menurut teori ini, enzim bekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat. (Gustama. B, blogspot.com) Enzim memiliki sisi aktif yang sangat spesifik, sehingga hanya substrat tertentu saja yang dapat menjadi substrat bagii enzim. Hal itu menyebabkan enzim bersifat spesifik. Di dalam kompleks atau gabungan enzim dan substrat, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzim.
2 . Teori ketepatan induksi (Induced fit)
Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktur yang fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim hanya menyerupai substrat. Ketika substrat melekat pada sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat. (Gustama. B, blogspot.com) Menurut teori ini Fleksibilitas protein juga dipertimbangkan, sehingga pengikatan suatu substrat pada enzim menyebabkan sisi aktif enzim mengubah konformasinya akibatnya cocok dengan substrat.

Jika struktur enzim berubah  sehingga substrat tidak dapat lagi terikat dengannya, maka aktifitas katalisisnya akan hilang, atau yang biasa disebut dengan denaturaasi enzim. Suhu tinggi dengan mudah memutuskan ikatan hidrogen dan sering menyebabkan denaturasi tak-terbalikkan. Pemanasan yang ekstrem menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen baru antara rantai polipeptida atau antar bagian dari rantai yang sama, dan ikatan tersebut demikian mantap sehingga tidak mudah putus.Bila enzim dalam keadaan kering, mereka lebih tidak peka terhadap denaturasi oleh panas daripada bila basah. Ini merupakan alasan mengapa biji kering tahan terhadap suhu tinggi. Setiap enzim terbentuk dari molekul protein sebagai komponen utama penyusunnya dan beberapa enzim hanya terbentuk dari molekul protein dengan tanpa adanya penambahan komponen lain. Protein lainnya seperti Sitokrom yang membawa elektron pada fotosintesis dan respirasi tidak pula dapat digolongkan sebagai enzim. Selain itu, protein yang terdapat dalam biji juga lebih berperan sebagai bahan cadangan untuk digunakan dalam proses perkecambahan biji. Protein hanya terbentuk dari satu ikatan poloipeptida yang menggumpal membentuk suatu struktur yang bulat atau sperikal, contohnya ribonuklease. Setiap rantai polipeptida atau molekul protein secara sponstan akan membentuk konfigurasi dengan energi bebas terendah. Dalam sitisol sel, asam amino lebih bersifat hidrofobik yang akan mengumpul pada bagian dalam, sedang pada permukaan molekul protein atau enzim asan amino bersifat hidrofilik.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi enzimatik antara lain:
Ä  Konsentrasi enzim dan substrat.
Katalisis hanya terjadi jika enzim dan substrat membentuk kompleks sementara. Laju reaksi tergantung pada jumlah benturan keduanya. Ketika substrat cukup tersedia, kelipatan dua konsentrasi enzim menyebabkan peningkatan laju reaksi dua kali lipat. Dengan penambahan lebih banyak lagi enzim, laju mulai konstan karena substrat menjadi terbatas.
Ä  pH.
Agar dapar berfungsi biasanya enzim memiliki pH optimum. pH yang ekstrem biasanya berakibat denaturasi. Saat denaturasi, pH dapat mempengaruhi laju reaksi paling tidak melalui dua cara. Pertama, aktivitas enzim sering bergantung pada adanya gugus karboksil dan gugus amino bebas. Kedua, gugus tersebut dapat bermuatan atau tidak, bergantung pada enzimnya, tetapi hanya satu bentuk yang dianggap efektif pada keadaan tertentu.
Ä  Suhu.
Pertumbuhan dan reproduksi organisme sangat beragam pada suu berlaainan. Pada spesies tertentu hal ini mungkin bergantung pada suhu optimum bagi kerja enzim tertentu yang mengendalikan reaksi pembatas laju pertumbuhan. Jika suhu naik di atas nilai tertentu, laju reaksi mulai turun karena terjadi denaturasi enzim. Pada suhu di atas 350C atau 400C, denaturasi sebagian besar enzim tumbuhan berlangsung sangat cepat, sehingga pada suhu tinggi tidak ada katalis yang efektif untuk menurunkan energi pengaktifan, dan tidak tersedia cukup substrat yang mempunyai energi memadai untuk berreaksi tanpa katalis.
Ä  Produk reaksi.
Laju reaksi enzimatik dapat dtentukan dengan mengukur kecepatan hilangnya substrat atau kecepatan munculnya produk, atau keduanya. Penurunan laju ini kadang disebabkan oleh denaturasi enzim selama reaksi diamati. Salah satu faktor penting adalah penurunan terus menerus konsentrasi substrat dan adanya penimbunan produk. Sejalan dengan penimbunan produk, konsentrasinya kadang-kadang menjadi cukup tinggi sehingga menyebabkan terjadinya terbalikan.
Ä  Senyawa penghambat
Banyak senyawa asing dapat menghalangi efek katalitik enzim. Sebagian senyawa itu anorganik dan sebagian lagi organik. Penghambat asing biasanya memiliki struktur serupa dengan substrat sehingga mampu bersaing memperebutkan sisi aktif enzim. Bila kombinasi enzim dan penghambat terbentuk, konsentrasi molekul enzim yang efektif berkurang, dan ini menurunkan laju reaksi.
Dalam proses penguraian amilum, enzim alfa dan beta amilase merupakan enzim yang utama dan banyak ditemukan dalam tubuh tumbuhan serta berperan dalam proses mobilisasi karbohidrat. Enzim amilase merupakan enzim hidrolisis yang mengkatalis proses penambahan air terhadap ikatan alfa 1,4 glikosida. Secara umum penguraian amilum menjadi glukosa dapat digambarkan sebagai berikut :
                        Amilum  Maltosa  Glukosa
Enzim beta amilase menyebabkan terurainya amilosa menjadi maltosa. Cara penguraiannya adalah dimulai dari ujung non reduksi pada molekul amilosa dan setiap penguraian akan dihasilkan 1 molekul maltosa sampai seluruh molekul amilosa habis terurai. Jika jumlah molekul glukosa yang menyusun amilosa genap, akan diperoleh hasil penguraian amilosa seluruhnya berupa maltosa. Tetapi jika glukosa yang menyusun maltosa gajil, akan diperoleh hasil berupa campuran antara maltosa dan 1 molekul maltotriosa.
Hasil paling sederhana dari pengurain amilum oleh enzim amilase adalah gula yang terdiri dari dua molekul glukosa, yaitu maltosa. Maltosa adalah bentuk gula yang tidak mudah digunakan oleh tumbuhan. Oleh sebab itu, maltosa harus dipecah lagi menjadi gula yang mudah dipakai oleh tumbuhan untuk menghasilkan energi, yaitu glukosa. Untuk mengubah maltosa menjadi glukosa diperlukan enzim maltase.








BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Jenis Penelitian
       Kegiatan praktikum pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum bersifat kegiatan eksperimen. Karena pada penelitian ini memiliki ciri-ciri eksperimen, yaitu terdapat variabel kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon.

B.  Variabel-Variabel Penelitian
§  Variabel manipulasi   : kadar enzim
§  Variabel respon          : kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa
§  Variabel kontrol       : volume larutan amilum, konsentrasi amilum, volume larutan enzim, volume larutan fosfat sitrat buffer, kecepatan sentrifuge dan waktu sentrifuge, jumlah tetesan KI-I2, dan selang waktu penetesan KI-I2.

C. Alat dan Bahan
Alat
1.      Mortar dan penumbuk porselin                       1 buah
2.      Tabung reaksi                                                  8 buah
3.      Gelas ukur 10 ml                                             1 buah
4.      Centrifuge (pemusing)                                    1 buah
5.      Cawan tetes                                                    1 buah
6.      Lampu spirtus dan pegangan tabung              1 buah
7.      Pipet tetes                                                       4 buah
8.       Tabung reaksi sentrifuse                                2 buah
9.      Lampu spirtus                                                 1 buah
     


Bahan
1. Kecambah kacang hijau umur 2 hari 30 gram
2. Larutan Amilum 1 %
3. Aquades
4. Larutan KI-Idan larutan fosfat sitrat buffer pH= 5,6 :10 ml

D. Langkah Kerja
1.      Buang kulit biji kecambah kacang hijau
2.      Tumbuk 30 gram kecambah kacang hijau dan tambahkan 30 ml larutan buffer fosfat sitrat sampai kecambah hancur.
3.      Masukkan ke dalam tabung reaksi sentrifuge dan pussing sampai 5 menit dengan kecepatan 5 rpm.
4.      Ambil cairan bagian atas (supernatan) dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Cairan ini dianggap sebagai larutan enzim 100%.
5.      Buat enzim dengan kadar 0%, 25%, 50% dari enzim yang berkadar 100% dengan cara sebagai berikut: kadar enzim 50% diperoleh dengan cara mengambil 5 ml enzim 100% dan tambahkan aquades sampai volumnya menjadi 10 ml; kadar enzim 25% dengan cara mengambil 5ml enzim 50% dan tambahkan aquades sampai volumenya 10 ml; kadar enzim 0% diperoleh dengan cara memanaskan 5 ml enzim 100% sampai mendidih.
6.      Sediakan tabung reaksi lalu mengisinya 5 ml larutan enzim 100% ditambahkan 2 ml larutan amilum 2%. Catat waktunya. Kocok perlahan sampai larutan tercampur benar. Saat mencampur larutan amilum dan enzim 100% ditetapkan sebagai saat nol.
7.      Setiap 2 menit diambil 1 tetes campuran lalu diuji dengan satu tetes larutan KI-I pada cawan tetes.
8.      Catat waktu setiap perubahan warna yang terjadi pada cawan tetes.
9.      Lakukan langkah ke-6 sampai ke-8 untuk kadar enzim 50%, 25%, dan 0%.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan


Tabel4.1:  Pengaruh Waktu Terhadap Perubahan Amilum

Waktu (menit)

           Perubahan Warna Amilum Menjadi Glukosa
100%
       50%
        25%
         0%
2
Biru Ungu
+ + + +
Biru Ungu
+ + +
Biru Ungu
 + + + + +
Biru
+ + + +
4
Biru Ungu
+ + +
Biru Ungu
+ +
Biru Ungu
+ + + +
Biru
+ + + +
6
Biru Ungu
+ +  
Biru Ungu
+
Biru Ungu
+ + +
Biru
+ + + +
8
Biru Ungu
+
Biru
+ + + +
Biru Ungu
+ +
Biru
+ + + +
10
Biru
+ +
Biru
+ + +
Biru Ungu
+
Biru
+ + + +
12
Biru Ungu
+
Biru
+ +
Biru
+ + +  + +
Biru
+ + + +
14
Kuning
Biru
+
Biru
+ +  + + +
Biru
+ + + +
16

Kuning
Biru
+ + + +
Biru
+ + + +
18


Biru
+ + +
Biru
+ + + +
20


Biru
+ +
Biru
+ + + +
22


Biru
+
Biru
+ + + +
24


Kuning
Biru
+ + + +
26



Biru
+ + + +

                                                 
Konsentrasi enzim
 

Grafik 4.1: Pengaruh Kadar Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi

B. Analisis Data

    Dari data yang diperoleh dari percobaan, dapat diketahui bahwa pada kadar enzim amilase 100% reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa ternyata membutuhkan waktu yang paling cepat jika dibandingkan dengan kadar enzim yang lain ( 0%, 25%, 50% ). Waktu yang dibutuhkan tersebut adalah 14 menit atau pada 2 menit ke 7. Hal ini  dapat dibuktikan dengan berubahnya warna larutan amilum yang asalnya biru keunguan menjadi kuning. Pada kadar enzim amylase 50% kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada kadar enzim amylase 100%, yakni 16 menit atau 2 menit ke 8. Untuk enzim amylase  dengan kadar 25% membutuhkan waktu yang paling lama agar amilum berubah menjadi glukosa, yakni 24 menit atau 2 menit ke 12. Pada kadar enzim amylase 0% tidak terjadi reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perubahan warna yang terjadi pada larutan amilum (kepekatan warna yang sama) meskipun sudah mencapai 2 menit ke 12 (24 menit), sehingga pada percobaan ini dibutuhkan waktu yang paling lama.
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis data, dapat diketahui bahwa konsentrasi enzim mempengaruhi reaksi kimia, yaitu reaksi pengubahan larutan amilum menjadi glukosa. Semakin tinggi konsentrasi suatu enzim maka semakin cepat kerja enzim dalam mengkatalisis reaksi kimia (pengubahan larutan amilum menjadi glukosa), sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia juga semakin cepat. Hal ini karena sifat enzim yang merupakan biokatalisator. Dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energy aktivasi. Semakin tinggi konsentrasi enzim dalam konsentrasi substrat tertentu yang tetap, maka kerja enzim semakin cepat dalam mengkatalisis substrat tersebut. Hal ini dapat dibuktikan pada konsentrasi enzim amilase 100% kecepatan reaksi sebesar 7,14. Ini membutuhkan waktu paling cepat bila dibandingkan dengan konsentrasi dibawahnya dalam mengubah amilum menjadi glukosa yaitu selama 14 menit. Namun kecepatan reaksi semakin lambat seiring dengan menurunnya konsentrasi enzim amilase. Pada konsentrasi enzim amilase 50%, enzim amilase membutuhkan waktu yang lebih lama yakni 16 menit untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Dalam hal ini kecepatan reaksi semakin menurun, yaitu 3,12. Waktu yang paling lama untuk mengubah amilum menjadi glukosa adalah 24 menit, yakni ketika enzim amilase mempunyai kadar 25%. Dengan kadar enzim yang rendah ini kecepatan reaksi enzim sebesar 1,04 dalam mengkatalisis suatu reaksi kimia paling lambat. Pada enzim amilase dengan kadar 0% dibuat dengan memanaskan larutan dengan konsentrasi enzim 100%, sehingga tidak terjadi pengubahan amilum menjadi glukosa. Pemanasan yang dilakukan dapat merusak enzim (denaturasi) yang akhirnya enzim tersebut tidak dapat bekerja dan fungsi proteinnya hilang. Proses denaturasi enzim terjadi ketika ada pemutusan ikatan hidrogen dan proses ini tidak dapat balik. Selain itu pula terbentuk ikatan-ikatan kovalen baru antara rantai-rantai polipeptida atau antara bagian rantai yang sama dan ikatan-ikatan ini sangat stabil. Sehingga tidak mungkin terjadi perubahan warna dari hitam menjadi putih keruh karena rusaknya enzim..
Dalam praktikum digunakan larutan KI-I2 sebagai indikator adanya amilum dalam suatu larutan. Perubahan warna larutan pada konsentrasi amilase 25%, 50%, dan 100% yang mula-mula berwarna putih menjadi biru keunguan sampai akhirnya menunjukkan warna kuning yang terjadi secara bertahap setelah ditetesi larutan KI-I2. Masing-masing perubahan warna ini menandakan adanya proses pengubahan amilum menjadi maltosa (disakarida) dan hingga menjadi senyawa terakhir yaitu glukosa (monosakarida) yang ditunjukkan oleh warna kuning. Enzim yang berperan dalam pengubahan amilum ini adalah enzim  dan . Enzim amilase merupakan enzim hidrolisis yang mengkatalisis proses penambahan air terhadap ikatan alfa 1,4 glikosida. Dalam proses hidrolisis amilum terjadi melalui beberapa tahap yaitu pembentukan amilo dekstrin dan terakhir menjadi maltosa. Maltosa merupakan senyawa yang terdiri atas 2 molekul glukosa yang saling berikatan. Jika warna biru tersebut setelah ditetesi KI-I2 selama beberapa waktu masih nampak, berarti masih terdapat amilum yang belum dipecah menjadi glukosa ,dimana warna biru merupakan indikasi reaksi antara iodine dengan amilum.

D. Diskusi
1.  Warna dari tes KI-I pada larutan amilum terhadap enzim dengan kadar 100% diperoleh warna awal adalah biru keunguan, dimana warna biru keunguan merupakan indikasi reaksi antara iodine dengan amilum. Pada saat tersebut enzim amilase baru mulai bekerja yang selanjutnya sampai pada 2 menit ke-7 diperoleh hasil akhir berwarna kuning  yang merupakan warna KI-I2, hal ini disebabkan karena semua amilum sudah dipecah oleh enzim amilase menjadi glukosa.
2.  Enzim amilase memiliki pH optimum yakni antara 5,6 – 7,2. larutan fosfat sitrat buffer mempunyai pH 5,6. Dengan demikian  larutan fosfat sitrat buffer berfungsi sebagai larutan penyangga yang menjaga agar pH enzim amilase agar tidak berubah atau tetap 5,6 , sehingga kerja enzim amilase dalam mengubah amilum menjadi glukosa menjadi optimal serta menjaga kondisi agar tidak terlalu basa.
3.  Faktor-Faktor yang mempengaruhi kerja enzim antara lain :
Konsentrasi substrat, Konsentrasi enzim, Konsentrasi produk, Temperatur atau suhu, pH, Konsentrasi ion hydrogen, dan
Waktu.






















BAB V

SIMPULAN


Dari percobaan pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum ini, dapat disimpulkan:
1. Semakin tinggi kadar enzim amilase maka semakin cepat reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa
2. Semakin tinggi kadar enzim amilase maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mengubah amilum menjadi glucosa, dan
3. Kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa berbanding lurus terhadap konsentrasi enzim amilase.






























DAFTAR PUSTAKA


Isnawati. 2009. Biokimia. Surabaya: Unipress

Lehninger, Albert. L. 1997. Dasar-Dasar Biokima. Jakarta : Erlangga.

Rahayu, yuni sri, dkk. 2009. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya Unipress.

Salisbury, Frank B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Bandung.

http//:www.arcturusarancione.wordpress.com/.../pengaruh-ph-terhadap- aktivitas-enzim-katalase/ Diakses tanggal 9 Maret 2011

http//:www.billygustama.blogspot.com/.../enzim-dan-respirasi-pada-      tumbuhan.html/ Diakses tanggal 9 Maret 2011

http//:www.asnani-biology.blogspot.com/.../pertumbuhan-dan-    perkembangan.html/ Diakses tanggal 9 Maret 2011

http//:www.scribd.com › School Work › Essays & Theses
          Diakses tanggal 9 Maret 2011

http//:www.pdf.kq5.org/doc/macam-enzim-pada-tumbuhan/
          Diakses tanggal 9 Maret 2011





















LAMPIRAN

Perhitungan laju reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa :
1.    0%    =>
     = 0
2.    25%   =>
                    = 1,04
3.    50 %  =>
                     = 3,12     
4.    100% = >
                     = 7,14

Kadar enzim
(%)
Laju reaksi
(per menit)
0
25
50
100
0
1,04
3,12
7,14









Tidak ada komentar:

Posting Komentar