BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara alami berbagai logam berat terkandung di dalam tanah,
terutama tanah yang berasal dari batuan induk. Namun kegiatan manusia dapat
meningkatkan level logam berat di dalam tanah dan perairan secara luar biasa.
Pencemaran logam berat di lahan sekitar penambangan dan peleburan logam
tercatat sangat tinggi. Hasil kajian di kawasan bekas peleburan seng di Palmerton,
Pennsylvania (AS) yang telah beroperasi selama 82 tahun (Storm, et al., 1994)
dan daerah pertambangan logam timbal dan seng di Kansas (AS) yang telah
beroperasi selama 150 tahun (Pierzynski dan Schwab, 1993) menunjukkan, bahwa
tingkat pencemaran logam berat di tanah dan air masih tetap tinggi walaupun
kegiatan industri di situ telah dihentikan beberapa tahun sebelumnya.
Konsentrasi logam berat yang tinggi di dalam tanah dapat masuk ke
dalam rantai makanan dan berpengaruh buruk pada organisme. Tindakan pemulihan
(remediasi) perlu dilakukan agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali
untuk berbagai kegiatan secara aman. Di samping metode remediasi yang biasa
digunakan yang berbasis pada rekayasa fisik dan kimia, pada satu atau dua
dasawarsa terakhir ini perhatian peneliti dan perusahaan komersial serta
industri terhadap penggunaan tumbuhan sebagai agensia pembersih lingkungan
tercemar telah meningkat.
Salah satu jenis zat pencemar yang dapat membahayakan
kesehatan adalah logam berat, terutama yang bersifat racun dan sering mencemari
lingkungan, seperti raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Keberadaan logam berat
sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan evolusi umat manusia dan
meningkat seiring dengan berkembangnya populasi dan industrialisasi dari proses
modernisasi manusia itu sendiri. Logam berat adalah senyawa kimia yang berupa
logam dengan berat molekul yang tinggi dan memiliki sifat beracun.
Keberadaannya di air atau air limbah dengan konsentrasi melebihi ambang batas
dapat memberikan dampak negatif bagi siklus biologi yang normal di lingkungan. Tingkat kontaminasi oleh logam berat di tanah
pertanian dapat mengakibatkan stress pada tumbuhan tiga kali
lebih besar dibandingkan oleh pestisida.
Kadmium adalah salah
satu logam toksik, tersebar dalam lingkungan melalui
berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah, pupuk fosfat, aktivitas
industri dan pemukiman penduduk karena selektivitasnya yang rendah tumbuhan dapat menyerap
sekaligus mengakumulasi Cd yang jika berlebih dapat mengakibatkan reduksi
pertumbuhan, dan kematian tumbuhan Makalah ini
mencoba memberikan uraian mengenai pencemaran logam berat cadmium dan peranan
tumbuhan dalam pengendalian terhadap pencemaran tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas di dapatkan beberapa rumusam masala, sebagai berikut :
1.
Apa
sumber pencemaran logam berat kadmium (Cd) di lingkungan ?
2.
Apa
akibat dari pencemaran logam berat kadmium (Cd) terhadap tumbuhan
?
3.
Bagaimana
mekanisme penyerapan logam berat kadmium (Cd) pada tumbuhan ?
4.
Bagaimana
cara mengatasi pencemaran logam berat kadmium (Cd) pada tumbuhan?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui tentang sumber pencemaran logam
berat kadmium (Cd) di lingkungan.
2.
Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran logam berat kadmium (Cd).
3.
Untuk
mengetahui bagaimana mekanisme tuimbuhan dalam menyerap logam berat kadmium
(Cd).
4.
Untuk
mengetahui solusi cara mengatasi pencemaran logam berat kadmium (Cd) pada
tanaman pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Logam
Kadmium
(Cd)
Kadmium
pertama kali ditemukan tahun 1817 oleh seorang ilmuwan Jerman, Friedric
Strochmeyer. Logam ini ditemukan dalam batuan Calamine (Seng karbonat). Kadmium
diambil dari kata latin ”calamine”, yaitu cadmia. Logam ini merupakan salah
satu dari tiga logam berat yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi pada
kesehatan manusia, karena beresiko tinggi pada pembuluh darah, terakumulasi
pada hati dan ginjal dan terlihat pengaruhnya setelah jangka waktu lama.
Logam
kadmium (Cd) termasuk dalam logam berat non-esensial, dalam
jumlah yang berlebih menyebabkan toksisitas pada manusia, hewan dan tumbuhan. Logam
berat adalah senyawa kimia yang berupa logam dengan berat molekul yang tinggi
dan memiliki sifat beracun. Logam berbeda dengan polutan berbahaya lainnya
karena logam bersifat tidak terdegradasi, dapat terakumulasi pada jaringan
hidup, dan terkonsentrasi pada rantai makanan.
B.
Kadar
Kadmium (Cd)
dalam Tanah
Logam berat kadmium (Cd) dapat masuk dalam
lingkungan, antara lain
dapat disebabkan karena :
1.
Pelapukan
batuan yang mengandung logam berat.
2.
Penggunaan
bahan alami untuk pupuk.
3.
Pembuangan
sisa limbah pabrik dan sampah.
Kandungan kadmium (Cd) dalam tanah
tergantung dari batuan induk, cara terbentuknya tanah dan translokasi logam
berat di tanah. Jumlah Cd normal di tanah kurang dari 1 μg Kg-1 dan tertinggi
1700 μg Kg-1, yaitu pada tanah yang diambil dari pertambangan seng. Kegiatan
pemupukan fosfat alam dan pupuk kandang juga merupakan sumber pencemar Cd di
lahan pertanian. Kadmium yang terakumulasi di dalam tanah merupakan sumber
utama Cd yang diserap tumbuhan. Pemupukan fosfat dan pupuk kandang memiliki
kontribusi terhadap peningkatan Cd pada lahan pertanian. Batuan fosfat
mengandung Cd 10-980 mg Kg-1 sehingga Cd di dalam pupuk fosfat bervariasi.
Pupuk fosfat mengandung Cd 30-60 mg. Penggunaan pupuk fosfat secara
terus-menerus akan menyumbang Cd ke dalam tanah sebesar 2,0-7,2 g ha/tahun.
C. Kadmium sebagai Logam Pencemar
Berbahaya
Kadmium sangat potensial sebagai logam
pencemar berbahaya, telah terakumulasi di dalam tanah dan sedimen, unsur ini
dengan mudah diabsorpsi dan diakumulasi oleh berbagai tumbuhan. Kadmium umumnya berasal dari limbah industri cat, bahan
kimia, keramik, baterai, penyepuhan, sebagai stabilisator dalam polivinil
chlorida (PVC) dan bahan-bahan plastik. Bahkan di Amerika Serikat lebih dari
60% kadmium (Cd) digunakan dalam fungisida dan proses fotografi/elektroplating.
Kadmium
(Cd) bersama Ni dan Zn adalah logam berat yang paling akhir diadsorpsi tanah
sehingga lebih tersedia bagi tumbuhan dibandingkan beberapa logam lain, seperti
Cu, Pb dan Cr. Hal ini berarti bahwa tumbuhan lebih mudah menyerap Cd
dibandingkan logam lainnya seperti Pb, karena Cd terikat lemah oleh tanah. Kontaminasi
kadmium pada tumbuhan tidak dapat dihilangkan dengan pencucian, karena sudah
terdistribusi ke seluruh bagian tumbuhan.
Kadmium
dan senyawanya (terutama senyawa asam lemah) bersifat karsinogen. Kadmium dapat
terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan terakumulasi dalam tubuh
pada hati dan ginjal. Akumulasi kadmium di ginjal dapat berlanjut hingga Pada
manusia apabila Cd terakumulasi pada ginjal melebihi 200 mg Kg-1 berat badan
dapat menyebabkan demineralisasi tulang dan disfungsi ginjal. Cd yang dapat
ditoleransi tubuh manusia per orang adalah 400-500 μg per minggu atau 7 μg Kg-1
berat badan.
D.
Mekanisme
Penyerapan Logam Kadmium pada Tumbuhan
Penyerapan
logam berat oleh tumbuhan dipengaruhi oleh kompetitor, logam, ligan alam, dan
buatan, karakteristik dan jenis lingkungan, tumbuhan, dan Ph larutan. Penelitian
oleh Liong, dkk., (2009) mempelajari tentang penyerapan logam kadmium menggunakan tumbuhan kangkung
darat, dengan diperoleh hasil akumulasi dalam tumbuhan tersebut sebesar 3317,68
mg/kg berat kering. Proses penyerapan tersebut dikarenakan adanya suatu protein
fitokelatin, sejenis metallothionein dalam tumbuhan yang dapat mengikat logam,
seperti yang dilakukan oleh Nurrochmah (2008) dijumpainya fitokelatin yang
banyak pada tumbuhan bayam yang diberi Cd dengan konsentrasi tinggi.
Masing-masing
tumbuhan mengembangkan mekanisme akumulasi logam yang berbeda-beda. Tumbuhan
yang hidup pada lahan dengan akumulasi logam tinggi memiliki protein pengikat
logam atau peptida yang diberi nama fitokelatin (PCs) yang mirip dengan
metalothionin pada mamalia (Chaney et al., 1997). Sifat toleran
ditentukan oleh kandungan glutation (GSH), sistein (Cys) dan O-acetyl-L-serine (OAS) sedangkan
kemampuan mengakumulasikan logam berat pada jaringan dipengaruhi oleh kandungan
serine acetyltransferase (SAT) dan
aktivitas glutation reduktase. Agar dapat masuk ke dalam jaringan tanpa
meracuni tumbuhan, logam berat harus diubah menjadi bentuk yang kurang toksik
melalui reaksi kimiawi atau pembentukan kompleks dengan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tumbuhan. Tumbuhan umumnya mengeluarkan kelompok thiol sebagai
pengkelat (ligand), tetapi banyak juga metabolit yang dikeluarkan
sebagai ligand tergantung jenis logam yang akan dikelat, seperti yang
ditunjukkan oleh tabel dibawah ini :
Tabel. Logam-logam
Berat dan Ligan Organik yang Diperlukan untuk Membentuk Kompleks dalam Jaringan
Tumbuhan
Logam
|
Ligan Organik
|
Arsen (As)
|
Fitokelatin, thiol, glutathione, asam askorbat.
|
Kadmium (Cd)
|
Fitokelatin, glutathione, γ-glitamylcystein, thiols.
|
Krom (Cr)
|
Thiols
|
Tembaga (Cu)
|
Sitrat, metalotionin, fitokelatin 2, fitokelatin 3.
|
Merkuri (Hg)
|
Thiols
|
Nikel (Ni)
|
Nicotianamine, histidin, thiols, sitrat.
|
Timbal (Pb)
|
Fe Glutathione
|
Selenium (Se)
|
sistein, metionin.
|
Seng (Zn)
|
Fitokelatin, glutathione, γ-glitamylcystein, thiols,
sitrat, malat.
|
Metallothionein dalam
Detoksifikasi Logam
Ion logam dalam proses biologi yang
komplek, termasuk perannya sebagai kofaktor atau sebagai modulator didalam
reaksi biokimia oksidasi dan reduksi. Sel perlu menyimpan cadangan logam tetapi
tidak berlebihan atau pada konsentrasi toksik. Ion-ion logam tersebut
selanjutnya dibebaskan secara perlahan sebagai fungsi keperluan sel.
Peningkatan konsentrasi dari logam-logam
esensial dan non-esensial didalam tanah, dapat memacu terjadinya gejala
keracunan dan terhambatnya pertumbuhan pada sejumlah besar tumbuhan. Peranan
Metallothionein (MT) didalam mekanisme detoksifikasi logam berkaitan dengan
kemampuan MT dalam mengikat logam-logam yang dapat bersifat toksik seperti
logam esensial (Cu+ dan Zn2+) dan logam non-esensial (Cd2+ dan Hg2+) .
MT juga digunakan sebagai indikator
pencemaran karena kepekaan dan keakuratannya. Hal ini didasarkan pada suatu
fenomena alam dimana logam-logam dapat tersekap di dalam jaringan tubuh
organisme yang dimungkinkan karena adanya protein tersebut. Metallothionein
merupakan protein pengikat logam (metal-binding protein) yang berfungsi dan
berperan dalam proses pengikatan ataupun penyekapan logam di dalam jaringan
setiap mahkluk hidup.
MT mengikat logam dengan sangat kuat
namun pertukaran ikatan dengan protein lain juga dapat berlangsung dengan
mudah. Kondisi ini disebabkan karena ikatan MT terhadap logam memiliki
kestabilan thermodinamik yang tinggi tetapi dengan stabilitas kinetik yang
rendah. MT mempunyai fungsi biologis sebagai distributor dan mediator
intraseluler terhadap logam-logam yang diikatnya.
Mekanisme
Pengikatan Logam Berat Oleh Ligan
Didalam tubuh
tumbuhan logam berat akan diikat oleh ligan (fitokhelatin) dengan mekanisme
sebagai berikut :
Akumulasi logam
→ organ tumbuhan → vakuola → akseptor kompleks logam → transport ligan
(fitokhelatin) → ekskresi.
Menurut Presetyawati,
(2007) logam berat jika sudah terserap
kedalam tubuh tidak dapat dihancurkan, tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga
nanti dibuang melalui proses ekskresi
Penyerapan dan
akumulasi logam berat pada tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, antara lain:
1.
Penyerapan logam oleh akar.
Penyerapan
logam oleh akar berbeda antara tumbuhan satu dengan lainnya tergantung pada
jenis tumbuhannya, misalnya dengan perubahan ph, atau ekskresi zat khelat.
Ekskresi zat khelat untuk penyerapan besi disebut fitosiderofor pada
rumput-rumputan. Tumbuhan membentuk reduktase spesifik logam untuk meningkatkan
penyerapan logam, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya yang berfungsi
mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran
akar.
2.
Translokasi logam dari akar ke bagian
tumbuhan lain.
Mekanisme
ini yang berlangsung pada penyerapan logam cadmium (Cd). Setelah cadmium (Cd)
dibawa masuk dalam sel akar kemudian diangkut melalui xylem, untuk meningkatkan
efisiensi kadmium diikat oleh molekul khelat (dihasilkan oleh tumbuhan) seprti
fitokelatin dan glutation (yang dapat terikat pada Cd). Molekul khelat lain
seperti histidin mengikat logam Ni.
3. Lokalisasi
logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme
tumbuhan.
Untuk
mencegah keracunan logam, tumbuhan memilikii mekanisme detoksifikasi, misalnya
dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar dan daun. Penimbunan
Cd dapat terjadi pada akar tumbuhan Slene dioica, daun pada tumbuhan selada
air.
Tumbuhan dapat
menyerap logam, peristiwa ini sebagaian besar merupakan proses pasif, meskipun
ada beberapa yang terlibat di dalam ,metabolisme sel. Tumbuhan memiliki
kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui
membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah sebagai berikut :
1)
Faktor konsentrasi, yaitu kemampuan
tumbuhan dalam mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion dalam
mediumnya.
2)
Faktor kuantitatif akan kebutuhan hara
yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.
Strategi tumbuhan merespon logam berat tanah
meliputi :
a) Metal excluders
(mencegah logam berat), tumbuhan mencegah logam berat dari media tanah dengan
menjaga konsentrasi logam nerat tersebut tetap rendah dalam tanah dengan cara
mengeksudat bahan kelat tumbuhan melalui akar.
b) Metal Indicators
(indikator logam berat), spesies tumbuhan secara aktif mengakumulai logam dalam
akar, akumulasi logam dalam akar menyebabkan perubahan struktur normalnya
menjadikan tanamna sebagai indikator logam berat.
c) Metal accumulator plant species (mengakumulasi
logam berat dalam tumbuhan), tumbuhan yang dapat menyerap kontaminan logam yang
tinggi dan dapat diendapkan dalam akar, tunas, dan atau daun disebut dngan
tumbuhan hiperakumulator. Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa
agar suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator berbeda-beda tergantung pada
jenis logam.
Logam umumnya
akan berikatan dengan senyawa lain menjadi molekul bila dalam perairan. Ikatan
ini dapat berupa garam organik maupun anorganik, garam yang diserap oleh akar
dalam bentuk ion dapat bergerak melewati korteks sacara simplas dan apoplas
bahkan kedua-duanya.
Melalui apoplas,
ion berdifusi melalui dinding sel korteks tanpa memasuki protoplasma. Bila
melalui lintasan simplas pada endodermis terjadi pemutusan kesinambungan dengan
adanya pita-pita suberin yang bersifat kedap air, sehingga air dan bahan
terlarut tidak dapat lewat satu sisi endodermis ke sisi lain kecuali dengan
difusi melalui protoplas sel endosermis dan melalui pergerakan plasma melalui
plasmodesmata. Sel-sel yang dianggap buruk pada bagian stele mempunyai
kemampuan yang rendah untuk menahan ion, sehingga cenderung membocorkannya pada
xylem.
Konsentrasi ion
dalam cairan xilem yang lebih besar dibandingkan konsentrasi larutan di luarnya
menimbulkan adanya potensial osmotik, sehingga menyebabkan penarikan air dari
jaringan-jaringan sekitarnya serta menghasilkan tekanan akar. Tekanan akar akan
menaikan cairan xilem, akropetal membawa larutan cairan xilem bersama aliran
transpirasi, sehingga dengan jalan demikian proses perpindahan ion dari akar
menuju bagian tanaman yang lebih tinggi. Komponen penting sebagai penyimpanan
ion-ion logam adalah vakuola, dimana ion-ion logam tersebut diikat oleh
fitokelatin.
Pada tumbuhan,
logam berat dapat menghambat proses metabolisme sel dan dapat menurunkan
pertumbuhannya. Hal ini terjasi karena mekanisme kerja reaksi fari logam berat
terhadap protein yang pada umumnya menyerang ikatan sulfida. Ikatan sulfida
yang diserang selalu pada molekul proteinnya yang kan menimbulkan kerusakan
struktur yang terkait. Ion-ion logam berat efektif berikatan dengan gugus
sulfuhidril seperti sistein dengan histidin dan lisin. Posisi ion-ion logam
pada metaloenzim (enzim logam) dapat digantikan oleh ion-ion logam berat
sehingga fungsi enzim sebagai katalisator untuk reaksi-reaksi kimia di dalam
sel mengalami gangguan. Timbal dengan konsentrasi yang melebihi ambang batas
akan berakibat dalam proses transpirasi, fotosintesis, respirasi, menghambat
kerja enzim, mengubah permeabilitas membran dan berikatan dengan sulfuhidril.
E.
Mengatasi
Pencemaran Kadmium
Cekaman Cd pada
tumbuhan, hewan, dan manusia menyebabkan toksisitas, apabila terakumulasi pada
tumbuhan memicu perubahan ekspresi protein. Penelitian oleh Nurrochmah, (2008) tentang
Profil Protein Protein Daun Bayam Cabut pada Cekaman Logam Berat Kadmium,
dengan memberikan kadar CdSO4 pada tumbuhan bayam cabut dengan 4 konsentrasi
yang berbeda. Hasil analisis dengan elektroforesis menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi CdSO4 semakin banyak jumlah pita protein, pita protein
tersebut diduga sebagai fitokelatin yang berfungsi sebagai protein pertahanan tumbuhan dan pengikat logam Cd.
Untuk mengatasi
cekaman Kadmium perlu diturunkan konsentrasinya, sehingga tanah
dapat digunakan sebagai media tumbuh yang baik. Penelitian oleh Liong,
dkk., (2009) menurunkan kadar Kadmium dalam tanah yang tercemar dengan
menggunakan tumbuhan untuk mengakumulasinya. Penelitian ini menggunakan
kangkung darat yang dapat mengakumulasi Kadmium 3317,68 mg/kg berat kering
(akumulasi tinggi) dengan lama waktu tanam 21 hari. Semakin tinggi konsentrasi
Cd dalam tanah makin tinggi juga konsentrasi Cd yang dapat diakumulasi,
sehingga kangkung darat merupakan tumbuhan hiperakumlator terhadap Cd.
Selada air
merupakan tumbuhan yang dapat mengakumulasi Kadmium di dalam daunnya.
Penelitian oleh Noertjahyani dan Nunung.,(2009) menunjukkan bahwa pemberian zeolit dapat
menurunkan kadar Cd, dan meningkatkan pertumbuhan tumbuhan selada air. Zeolit
merupakan absorben, mengabsorpsi gas sehingga dapat menghilangkan bau,
pengabsorpsi air yang tinggi sehingga dapat melindungi akar dari kekeringan,
meningkatkan pertukaran ion
terutama kation dan melepaskannya secara perlahan, memelihara aerasi kelembaban
tanah dalam waktu lama. Semakin tinggi kadar zeolit yang diberikan semakin
tinggi pula kadar Cd yang dapat diturunkan. Pada konsentrasi zeolit 6 ton ha-1
memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tumbuhan jumlah daun per tumbuhan, bobot segar per tumbuhan,
bobot kering pupus, nisbah pupus akar, dan dapat menurunkan kadar Cd pupus tumbuhan
selada sebesar 25,14%.
Berbagai teknik
pengambilan logam berat dari air telah dikembangkan, misalnya filtrasi,
pengendapan secara kimia, adsorpsi pertukaran ion, electro-deposition,
dan sistem membran4. Salah satu teknik yang banyak dikembangkan adalah prinsip
ekstraksi fasa padat (solid phase extraction) dengan menggunakan
adsorben tertentu karena tidak membutuhkan pelarut yang berbahaya. Metode ini
berdasarkan pada interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada dipermukaan
adsorben, umumnya yang mengandung gugus fungsional -OH, -NH, -SH, dan –COOH5. Salah
satu sorben yang paling sering digunakan silica. Hal ini dikarenakan silika
memiliki beberapa sifat unik yang tidak dimiliki oleh senyawa anorganik
lainnya, seperti inert, sifat adsorpsi dan pertukaran ion yang baik, mudah
dimodifikasi dengan senyawa kimia tertentu untuk meningkatkan kinerjanya,
kestabilan mekanik dan termal tinggi, serta dapat digunakan untuk prekonsentrasi
atau pemisahan analit karena proses pengikatan analit pada permukaan silika
yang bersifat reversible. Proses
modifikasi silika dengan ligan tertentu dapat terjadi melalui 2 proses, yaitu
secara kimia jika terbentuk ikatan kimia antara ligan organik dengan silika
yang telah mengandung gugus amin atau klor dan secara fisik jika terjadi
adsorpsi secara fisik dari ligan ke permukaan silica. Berdasarkan penelitian
oleh Krismastuti, dkk (tanpa tahun)., menunjukkan penyerapan logam Kadmium
dengan menggunakan silica modifikasi diperoleh penyerapan optimum dengan
konsentrasi 10 ppm, PH 9, dan waktu interaksi selama 3 jam.
F.
Penyerapan Logam Berat Oleh
Mikroorganisme
Penyerapan logam berat oleh mikroorganisme pada sistem kultur terjadi
dalam dua tahap, antara lain :
1.
Penyerapan pasif yang
berlangsung cepat,
2.
Penyerapan aktif yang
berlangsung lambat.
Tinget al. (1989) dalam
Purbonegoro (2008) menyatakan bahwa pada
tingkat selular, penyerapan pasif berawal ketika logam berat berinteraksi
dengan dinding sel. Dinding sel mengandung enzim ekstraselular yang berfungsi
dalam penyerapan unsur-unsur yang dibutuhkan sel. Pada penyerapan aktif, logam
berat tersebut ditransportasikan melalui membran sel menuju sitoplasma. Proses
masuknya logam berat melintasi membran sel dapat terjadi kalau logam berat
tersebut bersifat lipofilik (mudah larut dalam lipid atau lemak) Lapisan membran
sel terbentuk dari dua lapisan lipid (lipid bilayer). Logam berat yang
bersifat lipofilik tersebut akan larut dalam lipid dan berikatan dengan protein
sel (Darmono, 2001).
Membran sel bersifat
impermeabel terhadap ion logam seperti natrium (Na+), kalium (K+), tembaga
(Cu), seng (Zn), dan kadmium (Cd). Untuk dapat melintasi membran sel, ion logam
berat tersebut mengalami proses difusi terfasilitasi. Dalam proses tersebut,
ion logam berat mendapat bantuan suatu enzim di dalam membran sel yang disebut
permease. Enzim Permease adalah suatu protein membran sel yang berikatan dengan
ion logam berat sehingga ion logam tersebut dapat melintasi lapisan membran sel
(Kimbal, 1998 dalam Purbonegoro, 2008).
Dalam proses difusi
terfasilitasi, ion logam berat bergerak searah dengan gradien konsentrasi, artinya
konsentrasi lingkungan di luar sel hams lebih tinggi daripada di dalam sel.
Membran sel juga mampu 'memompa' ion logam berat berlawanan dengan gradien
konsentrasi. Proses ini disebut transport aktif dengan menggunakan energi
berupa ATP yang berasal dari hasil metabolisme sel (Darnell et al, 1986;Kimbal,
1998 dan Simkiss & Taylor, 1995 dalam Purbonegoro, 2008). Setelah ion logam
berat melewati membran sel, enzim-enzim dan organel sel dalam sitoplasma menjadi
tujuan ion logam berat tersebut. Kloroplas merupakan organel paling sensitif
terhadap logam berat, di mana logam berat tersebut berpengaruh pada proses
fotosintesis (Ernst, 1998 dalam Purbonegoro, 2008)).
G.
Pengaruh Kadmium
Terhadap Struktur dan Metabolisme Kloroplas
Logam biasanya bertindak sebagai
kofaktor yang membantu kerja enzim pada reaksi-reaksi tertentu dalam sel. Sel
perlu menyimpan cadangan logam tersebut, tetapi tidak sampai berlebihan atau
pada konsentrasi yang bersifat racun. Logam tersebut selanjutnya dibebaskan
secara perlahan (Lasut, 2002 dalam Pubonegoro 2008). Ketika konsentrasi logam
mencapai tingkat tertentu atau berlebihan akan berdampak buruk pada proses
metabolisme sel. Dalam proses fotosintesis, konsentrasi logam berat kadmium
(Cd) yang berlebihan akan berpengaruh terhadap kloroplas. Pengaruh tersebut
terjadi pada struktur kloroplas dan proses metabolisme yang terjadi di dalamnya
(Ernst, 1998 dalam Purbonegoro, 2008).
Di samping itu struktur membran
kloroplas dan membran tilakoid yang terdapat dalam sel juga terbentuk oleh
lapisan atau lapisan lipid berlapis dua (lipid bilayer). Meningkatnya aktivitas
enzim galaktolipase oleh pengaruh logam berat kadmium yang berlebihan memicu
hidrolisis molekul monogalaktolipid yang menyusun membran tilakoid, sehingga
menyebabkan degradasi membran tilakoid tersebut (Krupa & Baszynski, 1995
dalam Purbonegoro, 2008).
H.
Pengaruh
Kadmium Pada Fotosintesis
Proses metabolisme yang terjadi dalam
fotosintesis melibatkan reaksi-reaksi kimia dengan bantuan bermacam enzim yang
berfungsi sebagai katalisator. Reaksi-reaksi kimia tersebut melibatkan
aktivitas elektron-elektron yang berperan dalam membentuk suatu gradien
elektrolit. Gradien elektrolit ini antara lain berfungsi untuk menghasilkan
tenaga yang berguna bagi reaksi-reaksi selanjutnya dalam proses fotosintesis (Darnell,
1986 dalam Purbonegoro, 2008). Logam berat kadmium dapat berpengaruh terhadap gradien elektrolit tersebut dengan cara mengganggu
aktivitas moleku-molekul yang bertugas sebagai pembawa elektron (electron
carriers).
Konsentrasi kadmium yang berlebihan
berpengaruh terhadap molekul plastoquinone yang terkandung dalam membran
tilakoid. Molekul ini merupakan protein periperal (protein pembantu) yang
terikat bebas pada permukaan luminal (berhadapan dengan lumen) membran
tilakoid. Molekul ini berfungsi sebagai pembawa elektron dalam reaksi kimia
pada proses fotosintesis. Logam berat kadmium menyebabkan terganggunya kerja
molekul plastoquinone sebagai pembawa elektron yang berperan penting dalam
reaksi kimia fotosintesis. Hal tersebut pada akhirnya dapat mengganggu gradien
elektrolit yang memiliki peran dalam proses fotosintesis, antara lain dalam
menyediakan tenaga untuk pembentukan ATP dan NADPH (Krupa & Baszynski, 1995
dalam Purbonegoro, 2008). Proses ini terjadi pada reaksi terang yang berperan
dalam menyediakan molekul ATP dan NADPH. Logam berat tersebut menyebabkan
terganggunya pembentukan ATP dan NADPH, sehingga akhirnya mempengaruhi
ketersediaan ATP dan NAPDH bagi aktivitas fotosintesis (Greger&Oegren, 1991
dalam Purbonegoro, 2008).
Logam berat kadmium juga dapat
menghambat kerja enzim yang berperan dalam proses fotosintesis. Efek ini
biasanya timbul akibat interaksi antara kadmium dengan gugus-SH (sulfhydryl)
metalotionein pada enzim tersebut. Metalotionein merupakan jenis protein yang
dapat berikatan dengan logam berat. Metalotionein dapat ditemukan di semua
golongan makhluk hidup, yaitu mamalia, ikan, moluska, zooplankton dan fitoplankton
(Lasut, 2002 dalam Purbonegoro, 2008). Protein ini memiliki berat molekul yang
ringan dan sifat utamanya adalah mengandung 26- 33 % sistein serta tidak
mempunyai asam amino aromatik atau histidin (Rand & Petrocelli, 1985 dalam
Purbonegoro, 2008). Sebagai konsekuensi dari banyaknya kandungan asam amino
sistein, maka protein ini mengandung kelompok thiol (sulfhydryl, - SH)
dalam jumlah besar. Kelompok ini memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation
bivalen sehingga mengikat logam-logam berat dengan sangat kuat, khususnya
merkuri (Hg), kadmium (Cd), perak (Ag), seng (Zn), dan stanum (Sn) (Lasut, 2002
dalam Purbonegoro, 2008).
Pengaruh logam berat kadmium pada
aktivitas enzim antara lain terjadi pada enzim ribulosa bifosfat karboksilase
dan Carbonic Anhydrase (CA) yang berperan dalam penyerapan dan fiksasi
karbon dioksida (CO2). Pada awal siklus Calvin, logam berat kadmium
berpengaruh pada enzim ribulosa bifosfat karboksilase. Substitusi logam
magnesium (Mg) yang dibutuhkan enzim tersebut oleh logam berat kadmium (Cd)
dapat menghambat proses fiksasi karbon dioksida (Ernst, 1998 dalam Purbonegoro,
2008). Selain enzim ribulosa bifosfat karboksilase, salah satu enzim yang
penting bagi proses fotosintesis diatom laut adalah enzim Carbonic Anhydrase
(CA). Enzim ini mengandung logam seng (Zn) dan berperan dalam merubah asam
karbonat (HCO3)
menjadi CO2.
Logam seng (Zn) yang terikat enzim ini dapat digantikan oleh logam lain,
sehingga aktivitas enzim menjadi terganggu. Aktivitas enzim ini akan berkurang
hingga sampai 56 % jika logam seng (Zn) diganti oleh logam kobalt (Co), dan
akan berkurang sampai hanya 5 % jika logam seng (Zn) diganti oleh logam kadmium
(Cd) (Darmono, 2001).
BAB
III
SIMPULAN
1.
Pencemaran kadmium berasal dari limbah industri cat, bahan kimia,
keramik, baterai, penyepuhan, sebagai stabilisator dalam polivinil chlorida
(PVC) dan bahan-bahan plastik, selain itu sumber pencemaran
kadmium berasal dar residu pupuk fosfat dan pupuk kandang.
2.
Logam berat dapat menghambat proses
metabolisme sel dan dapat menurunkan pertumbuhannya, menimbulkan kerusakan struktur jaringan. Serta menghambat proses
transpirasi, fotosintesis, respirasi, menghambat kerja enzim, mengubah
permeabilitas membran dan berikatan dengan sulfuhidril sehingga menimbulkan kematian
tumbuhan.
3.
Mekanisme penyerapan logam pada tumbuhan
ada 3 cara, yaitu; (1) Penyerapan logam oleh akar, (2) translokasi logam dari
akar ke bagian tumbuhan lain (3) lokalisasi logam pada bagian sel tertentu
untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan, dengan mekanisme
pengikatan logam sebagai berikut: Akumulasi logam → organ tumbuhan → vakuola →
akseptor kompleks logam → transport ligan (fitokhelatin) → ekskresi.
4.
Mengatasi pencemaran logam berat cadmium
dilakukan dengan fitoremidiasi dan menggunakan silika modifikasi. Fitoremidiasi
dapat menggunakan tumbuhan kangkung darat dan selada air.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaney,
R.L., M. Malik, Y.M. Li, S.L. Brown, E.P. Brewer, J.S. Angle dan A.J.M. Baker.
1997. Phytoremediation of soil metals.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran
Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Universitas Indonesia
Press
Krismastuti, dkk. Tanpa Tahun. Adsorpsi Ion Logam Cadmium Dengan Silika
Modifikasi. Jurnal Ilmiah
Liong, S. dkk. 2009.
Dinamika Akumulasi Kadmium Pada Tanaman
Kangkung Darat (Ipomoae reptans Poir). Indonesia Chimica Acta,
ISSN 2085-014X
Vol. 2 No. 1, Juni 2009
Noertjahyani dan
Nunung., 2009. Efek Takaran Zeolit
Terhadap Pertumbuhan
Kadar Kadmium Pupus dan Hasil
Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)
pada Cekaman Logam Berat
Kadmium. Makalah seminar Fakultas Pertanian
Universitas Winaya Mukti
Nurrohmah, Binti. 2008. Profil
Protein Daun Bayam Cabut (Amaranthus
tricolor, L.) Pada Cekaman Logam Berat Cadmium (Cd). Skripsi dipublikasikan ITS
Pierzynski,
G.M. dan A.P. Schwab. 1993. Bioavailability of zinc, cadmium, and lead in a
metal-contaminated alluvial soil. J.
Environ. Qual. 22:247-254.
Prasad,
N.M.V. dan H.M. de Oliviera-Freitas. 1999. Feasible biotechnological and
bioremediation strategies for serpentine and mine spoils. Environ. Biotechnol. Vol. 2, No. 1, April 15, 1999
Prasetyawati, R.
2007. Uji Kandungan Logam Berat Mercury (Hg) dan Cadmium (Cd) Pada Kangkung Air (Ipomoea aqutica forsk) di Perairan Taman
Wisata Pendit Kabupaten Malang. Skripsi dipublikasikan UIN Malang
Storm,
G.L., G.J. Fosmire dan E.D. Bellis. 1994. Persistence of metals in soil and
selected vertebrates in the vicinity of the Palmerton zinc smelters. J. Environ. Qual. 23:508-514
Tidak ada komentar:
Posting Komentar